25 Desember 2022

Review Buku "Predatory Thinking"

 Penulis: Dave Trott


Predatory thinking

Predatory Thinking adalah buku tentang kisah-kisah inspiratif mengenai pemikiran-pemikiran yang unik/kreatif. Penulis percaya bahwa mengajarkan sesuatu melalui kisah lebih bermanfaat dan lebih mudah diingat daripada langsung memberikan formula-formula tertentu.


Predatory thinking book quotes


Bentuknya listicle berupa potongan kisah yang acak, semacam kumpulan esai/kumpulan cerpen, mulai dari kehidupan keluarganya sendiri sampai dengan kisah-kisah di medan perang. 


Dia mengajarkan melalui contoh dan menggunakan perspektif orang seni/orang yang bekerja di dunia periklanan/pemasaran (marketing). Ajarannya bermacam-macam, misalnya cara mendidik anak, apa yang tadinya disukai orang dari kita bisa jadi sesuatu yang dia benci di kemudian hari, cara beriklan, dan lain-lain, tentang periklanan dan kehidupan secara umum. Tidak semua contohnya baik, bahkan beberapa sangat bertentangan dengan nilai-nilaiku atau fatal.


Predatory thinking book quotes


Buku ini tampilannya sangat tidak enak dibaca. Tulisannya sangat kecil dan meskipun ditulis rata kiri dan di-enter tiap memasuki kalimat baru tetapi tetap tak enak dibaca. Akan lebih baik jika fontnya diperbesar dan spasi serta jumlah kalimatnya diperhatikan.


Kesan awalku saat membuka buku ini adalah judulnya aneh dan isinya tidak menarik tetapi setelah kubaca ternyata isinya lumayan. Sementara tentang predatory thinking-nya aku tetap tidak terlalu paham. Apakah manusia itu harus memilih mau memangsa atau dimangsa, atau bagaimana?


Predatory thinking book quotes


Buku Predatory thinking ini sangat perlu perbaikan pada tampilannya/cara pengemasannya dan akan lebih baik lagi kalau diberi sorotan poin-poin penting pada setiap akhir cerita (seperti buku The art of thinking clearly) karena tidak semua orang suka membaca bentuk cerita dan tidak semua orang pandai memahami pesan-pesan implisit atau menyimpulkannya.



English version:


Predatory Thinking is a book of inspiring stories about unique/creative thinking. The author believes that teaching something through stories is more useful and easier to remember than directly giving certain formulas.


The form of the listicle is in the form of random pieces of stories, a kind of collection of essays/short stories, ranging from his own family life to stories on the battlefield. 


He teaches by example and uses the perspective of an art person/person who works in advertising/marketing. The teachings vary, such as how to raise children, what people used to like about us may become something they hate later on, how to advertise, etc., about advertising and life in general. Not all of the examples are good, and some are completely against my values or fatal.


The book looks very unreadable. The font is very small and even though it's left-aligned and entered every time you enter a new sentence, it's still unpleasant to read. It would be better if the font was enlarged and the spacing and number of sentences were considered.


My first impression when I opened this book was that the title was strange and the content was not interesting but after I read it, it turned out that the content was not bad. As for the predatory thinking, I still don't really understand it. Do humans have to choose whether to prey or be preyed upon, or what?


This Predatory thinking book really needs improvement in its appearance/packaging and it would be even better if it highlighted important points at the end of each story (like The art of thinking clearly) because not everyone likes to read the story form and not everyone is good at understanding implicit messages or inferring them.


21 Desember 2022

Start with Why Book Review

Start with why: how great leaders inspire everyone to take action

Penulis: Simon Sinek


Start with why

Start with why book adalah buku tentang sense of purpose (memulai sesuatu harus dengan tujuan dulu). 

Sebelum baca lebih lanjut, "Mengapa kamu tertarik dengan buku ini?" Itulah sedikit contoh hasil dari aku membaca buku ini.

Aku baca buku ini karena tertarik dengan sosok Simon Sinek. Waktu itu, videonya yang bicara tentang pasangan hidup berseliweran di Instagram dan membuatku terkesan. Aku ingin tahu kalau dia sebagai bos di perusahaan itu seperti apa. Nah, kalau kamu kenapa?


Start with why quotes:

Orang tidak membeli apa yang kamu lakukan, mereka membeli mengapa (alasan) kamu melakukannya


Buku Start with Why itu sebenarnya isinya ringan dan sederhana tetapi cara menulisnya dan tampilannya (layout, font, dll) yang membuatnya berat, membosankan, dan sangat melelahkan untuk dibaca. Kalau dipadatkan pasti bisa jauh lebih pendek dari jumlah halaman aslinya. Selain itu, membacanya itu mengingatku pada sensasi membaca buku The 22 Immutable Laws of Marketing, alias kebanyakan contoh (contohnya berlebihan). Buatku yang nggak tertarik dengan biografi tiap-tiap orang di dunia bisnis atau sejarah detail mereka, aku tuh nggak sabar pengen langsung ke intinya/pelajarannya aja. Contohnya beberapa aja, yang paling mewakili, dan yang penting pembaca ngerti. 


Sesuai judulnya, Simon Sinek menempatkan WHY di urutan nomer 1. Apakah memang demikian? Ya itu kan pandangan dan sudut pandang dia. Nyatanya, ada buku yang mengutamakan WHAT (misalnya: What is Your What? karya Steve Olsher dan What's Your Problem? karya Thomas Wedell-Wedellsborg ), WHEN (misalnya: When karya Daniel H. Pink), atau sesuatu yang tidak tercantum dengan jelas di dalam judul. Seingatku di dalam buku Think Straight (atau pokoknya buku tentang berpikir, aku lupa judulnya), itu malah haram kalau nanya why. Why itu seperti kata-kata yang menimbulkan kebuntuan dan depresi. Buku itu malah menekankan pada how atau setidaknya what. How itulah yang memicu otak kita untuk berpikir kreatif/berpikir tentang keberlimpahan hidup/mencari solusi sendiri. Tapi, buku itu juga memberikan tekniknya ya, nggak sekadar bertanya how. Di buku relationship/asmara lain lagi, ada yang menganjurkan tanya why (agar lebih mudah akrab), ada yang malah melarang keras karena dianggap terlalu intrusif/terlalu kepo.


Meskipun Start with Why adalah buku bisnis, tapi Simon Sinek sendiri mengatakan kalau prinsip ini berlaku untuk bidang apapun. Nah, apakah orang-orang itu hanya berbeda bidang atau sekadar beda tipe orang (Simon Sinek tipe orang why/visioner, sedangkan mereka tipe how/pembuat struktur dan what/pelaksana) ya nggak tahu lagi. 


Mengenai isinya, aku setuju bahwa manusia itu sebenarnya berbuat untuk dirinya sendiri. Bahkan, apa yang terlihat loyal pun itu sebenarnya palsu, lagi-lagi itu tentang keuntungan untuk dirinya sendiri. Karena di dalam Al Quran pun sudah dijelaskan kalau manusia itu kikir. 


Dan kalau untuk hasil akhirnya, aku lebih suka baca buku yang lain.


Start with Why Summary


Buku Start with Why adalah buku yang mengajarkan akan pentingnya why/tujuan di posisi pertama sebelum melakukan sesuatu. Kalau kita mengedepankan what dulu itu biayanya mahal, hanya bisa sukses jangka pendek/jangka panjang tapi nggak akan se-sukses orang yang berbisnis berdasarkan why, sulit membuat keputusan, harus terus update barang/jasa, terlalu mikirin kompetitor, serta menimbulkan transaksi tetapi tidak menyebabkan loyalitas/sense of belonging/perasaan memiliki.


Why ini juga harus diselaraskan dengan how dan what dan terus dipegang selamanya. 


Simon Sinek juga menawarkan pola hubungan antara why-how-dan what (golden circle) yang menurutnya sesuai dengan cara kerja otak serta hierarki di organisasi.


Contoh yang diberikan banyak sekali, termasuk dari kehidupan/pengalamannya sendiri. 


Buat yang ingin baca ringkasannya lebih detail, di google books/google ebook misalnya ada berbagai versi Start with Why Summary yang bisa dipilih, salah satunya berjudul Summary of Start with Why yang ditulis oleh penulis yang sama (Simon Sinek). Kamu juga bisa nyari Start with Why Summary karya Michael Hawthorne di toko lain. Atau, kalau masih belum puas ya baca versi lengkapnya aja, Start  with Why by Simon Sinek.




English version


Start with why book is a book about sense of purpose. 

Before reading further, "Why are you interested in this book?" That's a little example of the results of me reading this book.

I read this book because I was interested in Simon Sinek. At that time, his videos talking about life partners were all over Instagram and impressed me. I wanted to know what he was like as a boss in the company. So, what about you?


Start with why quotes:

People don't buy what you do, they buy why you do it.


The Start with Why book is actually light and simple in content but the way it is written and the way it looks (layout, fonts, etc) makes it heavy, boring, and very tiring to read. If it was condensed, it would have been much shorter than the original number of pages. Also, reading it reminded me of the sensation of reading The 22 Immutable Laws of Marketing, aka a plethora of examples (examples are overrated). For me, who's not interested in biographies of individual people in the business world or their detailed histories, I can't wait to get to the point/lessons. Just a few examples, the most representative, and what's important for the reader to understand. 


As the title suggests, Simon Sinek puts the WHY at number 1. Is that the case? Yes, that's his view and point of view. In fact, there are books that prioritize WHAT (for example: What is Your What? by Steve Olsher and What's Your Problem? by Thomas Wedell-Wedellsborg), WHEN (for example: When by Daniel H. Pink), or something that is not clearly stated in the title. I remember in the book Think Straight (or any book about thinking, I forget the title), it's even forbidden to ask why. Why is like a word that causes deadlock and depression. The book instead emphasizes how or at least what. The how is what triggers our brain to think creatively/think about the abundance of life/find its own solutions. But, the book also provides techniques, not just asking how. In other relationship/romance books, some recommend asking why (to make it easier to get along), others strictly forbid it because they are considered too intrusive/too nosy.


Although Start with Why is a business book, Simon Sinek himself says that this principle applies to any field. Now, whether those people are just different fields or just different types of people (Simon Sinek is a why/visionary type of person, while they are how/structure maker and what/executioner types), I don't know anymore. 


Regarding the content, I agree that humans actually do things for themselves. In fact, even what looks loyal is actually fake, again it's about benefitting themselves. Because even in the Quran, it has been explained that humans are miserly. 


And as for the end result, I'd rather read another book.


Start with Why Summary


Start with Why is a book that teaches the importance of why/goal in the first position before doing something. If we prioritize what first, it is expensive, can only be successful in the short/long term but will not be as successful as people who do business based on why, difficult to make decisions, have to keep updating goods/services, think too much about competitors, and generate transactions but do not cause loyalty/sense of belonging.


This why must also be aligned with the how and what and held forever. 


Simon Sinek also offers a relationship pattern between why-how-and what (golden circle) which he says is in accordance with the way the brain works and the hierarchy in the organization.


He gives a lot of examples, including from his own life/experience. 


For those who want to read the summary in more detail, on google books/google ebooks for example there are various versions of Start with Why Summary to choose from, one of which is entitled Summary of Start with Why written by the same author (Simon Sinek). You can also find Start with Why Summary by Michael Hawthorne in other stores. Or, if you're still not satisfied, just read the full version, Start with Why by Simon Sinek.





19 Desember 2022

The Art of Thinking Clearly Review (Review Buku "The Art of Thinking Clearly")

The Art of Thinking Clearly by Rolf Dobelli


The Art of Thinking Clearly


Buku karya Rolf Dobelli ini adalah best seller internasional (international best seller).


The Art of Thinking Clearly Review:


Buku The Art of Thinking Clearly ini adalah buku tentang 99 kesalahan berpikir. Aku menduga isinya berhubungan dengan buku Logically Falacious tetapi kesalahan berpikir yang dibahas lebih banyak terdapat pada buku Logically Falacious. Lagipula, aku belum baca isinya. Jadi, belum bisa membedakan keduanya. 


Sebagai buku yang kubaca secara terpisah/independen, buku ini bagus dan sangat berat tetapi sebagian besar masih bisa kupahami. Hanya, masih ada beberapa dari 99 poin kesalahan berpikir itu yang mirip satu sama lain. Aku nggak paham bedanya apa. 


Buku ini disajikan secara praktis karena dalam bentuk listicle sehingga kita agak tertolong dalam membaca isinya yang berat itu. Aku nggak yakin isinya atau bahasanya yang berat, pokoknya bagiku termasuk bacaan berat. Namun, pada setiap kesalahan berpikir ada contohnya serta diberi kesimpulan pada bagian akhir dan diberi solusi agar kita terhindar dari kesalahan tersebut. Jadi, selain per bagian itu pendek dan bentuk listicle, desain penyusunan yang seperti ini sangat memudahkan pembaca. 


Uniknya, kalau bicara buku tentang berpikir, nggak terlalu mirip dengan buku-buku yang lain. Dia lebih mirip buku tentang cara mengambil keputusan (decision making) atau pemecahan masalah (problem solving). Nah, kalau kita bicara tentang pengambilan keputusan, pemecahan masalah, peluang (probabilitas), risiko (risk), maupun ketidakpastian (uncertainty) kita akan terlempar ke bejibun buku-buku matematika. Ternyata semua hal tadi masih termasuk ke dalam ranah matematika. Tapi yang kumaksud bukan yang versi matematika ini. Yang versi matematika itu puyengnya bukan main dan sangat membosankan. Jelas buku The Art of Thinking Clearly ini bukan tandingan mereka kalau segmen pemasarannya untuk orang umum. Yang kumaksud adalah buku decision making dan problem solving yang populer, buku The Art of Thinking Clearly lebih mirip buku-buku tersebut.


Secara penyajian, aku suka dengan sajian listicle-nya yang pendek-pendek dan bisa dibaca acak mulai dari bagian yang kamu suka. Aku pun suka isinya karena memberiku pencerahan akan banyak hal dan juga membantuku melakukan refleksi atau introspeksi diri dan memutuskan sesuatu. Meskipun, menurutku isinya nggak sepenuhnya logis atau berbasis berpikir, masih tercampur intuisi dan perasaan atau pendapat/subyektif. Mungkin itu bagian dari bintik buta (blind spot)-nya para expert. Outsider yang tahu. 


Bagaimanapun, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, atau semacamnya memang masih masuk ranah berpikir dan logika. Akan tetapi, kesalahan berpikir bukan hanya tentang cara berpikir atau hasil berpikir, melainkan juga tentang apa yang dipikirkan (penetapan masalahnya harus benar) dan cara melakukan/tindakan yang diambil juga harus benar. Kita bisa melengkapi kekurangan buku ini dengan membaca bukunya Edward de Bono maupun buku How to be a Brillian Thinker (Paul Sloane) dan What's Your Problem? (Thomas Wedell-Wedellsborg), cuma aku kurang suka bukunya de Bono. Di situ memuat dasar-dasar berpikir yang lebih baik daripada buku The Art of Thinking Clearly ini. Tapi semuanya bagus dan kusuka, kecuali bukunya de Bono yang aku kurang suka. 


Buku The Art of Thinking Clearly ini tersedia dalam bentuk cetak (print) maupun ebook, termasuk pdf. Yang ebook bisa didapat misalkan dari google books/google ebook. Yang versi bahasa Inggris atau bahasa aslinya harga ebooknya sekitar 150 ribu untuk saat ini. 


Buat kamu yang nggak bisa bahasa Inggris juga jangan kuatir karena seperti buku-buku best seller internasional pada umumnya biasanya ada versi Indonesianya/versi terjemahan. Judulnya sama, The Art of Thinking Clearly, cuma ada sub judulnya.


The Art of Thinking Clearly bahasa Indonesia judulnya The Art of Thinking Clearly: 99 sesat pikir dalam investasi, bisnis, dan masalah pribadi, terbitan KPG.


The Art of Thinking Clearly Summary (ringkasan)


Buku The Art of Thinking Clearly adalah buku tentang 99 kesalahan berpikir. Bentuknya listicle yang tidak saling berhubungan (bisa dibaca acak poin yang mana dulu). 

Meskipun judulnya tentang cara berpikir tetapi isinya berbeda dengan beberapa buku tentang berpikir yang pernah kubaca. Buku yang ini isinya lebih merupakan kombinasi/kompilasi yang sangat menyatu antara berbagai bidang ilmu, misalnya cara memilih, cara memutuskan, cara mencari solusi, psikologi sosial, cara kerja otak, peluang/probability, cara menghindari risiko, cara agar lebih beruntung, dll. Singkatnya, isinya punya karakter tersendiri. 

Dari semua bidang ilmu tersebut, isinya dihubungkan dengan kejadian sehari-hari dan cara strategis untuk menyikapinya. Penulis menunjukkan di bagian mana kita atau orang lain sering melakukan kesalahan. Kalau kita yang berbuat kita harus gimana dan kalau orang lain yang berbuat kita harus gimana (cara meresponnya berbeda).


Pokoknya, buku The Art of Thinking Clearly ini bagus banget. Cocok dengan labelnya yang international best seller. Dan kalau kita ingin mendapatkan banyak kemanfaatan darinya, lebih baik dibaca sedikit-sedikit sambil langsung mempraktekkannya per bagian yang sudah dipelajari tersebut. Karena buku ini berat dan poinnya ada 99. 


Selamat membaca.



English version:


This book by Rolf Dobelli is an international best seller.


The Art of Thinking Clearly Review:


The Art of Thinking Clearly is a book about 99 thinking errors. I assumed it was related to Logically Falacious but the thinking errors discussed are more prevalent in Logically Falacious. Besides, I haven't read it yet. So, I can't tell the difference between the two. 


As a book that I read separately/independently, it was good and very heavy but I could still understand most of it. Only, there are still some of the 99 thinking points that are similar to each other. I don't understand what the difference is. 


The book is presented in a practical way because it's in listicle form so it helps us to read the heavy content. I'm not sure if it's the content or the language that's heavy, but for me it's a heavy read. However, each thinking error has an example and is given a conclusion at the end and a solution so that we can avoid the error. So, in addition to each section being short and in listicle form, this kind of arrangement design makes it very easy for readers. 


Interestingly, when it comes to books about thinking, it's not too similar to other books. It's more like a book about decision making or problem solving. Now, if we talk about decision making, problem solving, probability, risk, and uncertainty, we will be thrown into tons of math books. It turns out that all of these things are still included in the realm of mathematics. But I don't mean this version of math. The math version is a pain in the ass and very boring. Obviously, The Art of Thinking Clearly is no match for them if the marketing segment is for the general public. I'm talking about the popular decision making and problem solving books, The Art of Thinking Clearly is more like those books.


Presentation-wise, I like that the listicles are short and can be read randomly starting from the part you like. I also like the content because it enlightens me on many things and also helps me reflect or introspect and make decisions. Although, I don't think the content is entirely logical or thinking-based, it's still mixed with intuition and feelings or opinions/subjective. Maybe that's part of the blind spots of experts. Outsider who knows. 


However, decision-making, problem-solving, and the like are still in the realm of thinking and logic. However, thinking errors are not only about the way of thinking or the results of thinking, but also about what is thought (the determination of the problem must be correct) and the way of doing/action taken must also be correct. We can complement the shortcomings of this book by reading Edward de Bono's book as well as How to be a Brilliant Thinker (Paul Sloane) and What's Your Problem? (Thomas Wedell-Wedellsborg), but I don't like de Bono's book. It has better thinking basics than The Art of Thinking Clearly. But they're all good and I like them, except for de Bono's book, which I don't like. 


The Art of Thinking Clearly is available in print and ebook, including pdf. The ebook can be obtained for example from google books/google ebook. The English version or the original language ebook price is around 150 thousand for now. 


For those of you who don't speak English, don't worry because like most international best seller books, there is usually an Indonesian version/translated version. The title is the same, The Art of Thinking Clearly, but there are subtitles.


The Indonesian title is The Art of Thinking Clearly: 99 mindsets in investing, business, and personal matters, published by KPG.


The Art of Thinking Clearly Summary


The Art of Thinking Clearly is a book about 99 thinking errors. It is a listicle that is not interconnected (you can randomly read which point first). 


Although the title is about how to think, the content is different from some books about thinking that I have read. This book is more of a combination/compilation of various fields of knowledge, such as how to choose, how to decide, how to find solutions, social psychology, how the brain works, opportunities/probabilities, how to avoid risks, how to be more lucky, etc. In short, the content has its own character. 


From all these fields of knowledge, the content is connected to everyday events and strategic ways to deal with them. The author points out where we or others often make mistakes. If we do it, what should we do and if someone else does it, what should we do (the way to respond is different).


Anyway, this book The Art of Thinking Clearly is really good. It fits the international best seller label. And if we want to get a lot of benefits from it, it's better to read a little bit while immediately practicing it per section that has been learned. Because this book is heavy and there are 99 points. 


Happy reading.





23 November 2022

Review Buku "The Science of Rapid Skill Acquisition"

"The Science of Rapid Skill Acquisition," advanced methods to learn, remember, and master new skills and information

Penulis: Peter Hollins


The science of rapid skill acquisition


"The Science of Rapid Skill Acquisition" adalah buku tentang cara cepat menguasai ilmu atau keahlian tertentu. 


Buku ini beda dari buku-buku lain pada umumnya karena ditulis berdasarkan piramida terbalik, seperti aturan jurnalistik. Biasanya bagian depan itu kan isinya sejarah penulis, latar belakang buku itu ditulis, dan hewes-hewes lainnya, yang intinya bagian utamanya itu ada di belakang. Bagian depan itu general atau perkenalan. Tapi, buku ini kebalikannya, bagian paling inti ada di depan/awal dan semakin ke belakang semakin biasa/kurang penting/pelengkap saja.


Aku seneng banget dengan struktur seperti ini karena langsung ketemu metode belajarnya di awal. Nggak terlalu basa-basi. Jadi, di awal itu isinya cara mencari sumber/bahan belajar yang baik, cara mencari guru yang baik, serta berbagai metode pembelajaran dan contoh penerapannya pada berbagai bidang ilmu/keahlian, sedangkan pelengkapnya adalah pendukung kesuksesan belajar, yaitu dari diri sendiri (internal) atau eksternal serta motivasi-motivasi dan pandangan realistis penulis. 


Secara isi, buku ini bagus, cuma di bagian menuju 50% itu aku nggak "dapet" (aku nggak tau pasti kenapa) padahal bagian awal itu enak banget bacanya. Trus struktur penulisannya perlu diperbaiki karena poin-poinnya nggak jelas. 

Misal biasanya ditulis gini:

Metode-metode belajar terdiri dari:

A. Metode A

B. Metode B

C. Metode C

Nah itu A, B, C - nya nggak ada. Yang ada cuma metode A, metode B, dan metode C. Mayoritas yang ada sub-nya seperti itu nggak ada A, B, C- nya dan nggak ada pembedanya dari penjelasnya, baik berupa huruf tebal (bold), spasi, atau ukuran font. Ini bikin nggak enak dibaca.

Contoh:

Metode A

Metode A adalah ....

Metode B

Metode B adalah ....


 Trus yang bagian paling akhir, yang kuistilahkan dengan "realistis" tadi kok malah terdengar seperti gembos, pesimis, dan bikin/membawa aura nggak semangat.


Tapi, buku ini memang bagus. Selain formatnya piramida terbalik, isinya lumayan terstruktur dan lengkap, serta penjelasannya lumayan clear (lumayan memenuhi unsur clarity). Sepertinya dia menerapkan juga dari beberapa buku/sumber yang mungkin pernah dipelajarinya. Aku ngintip beberapa buku lain tentang belajar, secara isi (materi) dia lebih bagus dari buku-buku tersebut. 


Akan sangat bagus kalau kamu yang baca buku "The science of rapid skill acquisition" ini baca juga buku "The art of thinking clearly" dan "How to be better at (almost) everything" karena ketiganya bisa saling melengkapi. Buku pertama mendukung pemilihan sumbernya (materi/orangnya), sedangkan buku ke dua mendukung tentang pemilihan subjek belajar (ilmu/keahlian) yang benar/esensial buat kamu.


So, buku ini bagus ya. Recommended.


Tonton juga video ini "Tanda-Tanda Laki-Laki yang Tidak Punya Pola Pikir Bertumbuh"





17 November 2022

Review Buku "Meeting Your Half-Orange"

"Meeting Your Half-Orange," an utterly upbeat guide to using dating optimism to find your perfect match

Penulis: Amy Spencer


Meeting your half orange

"Meeting Your Half-Orange" adalah buku cara mencari jodoh dengan mudah dan optimis menggunakan feminin energi. Feminin energi adalah kamu sebagai wanita itu tidak perlu agresif/susah-susah mengejar pria karena secara alami/kodratnya prialah yang mengejar wanita, seperti sel telur (ovum) yang menunggu datangnya sel sperma.


Itu artinya "everything I do I do it for you" itu nggak perlu lagi kamu lakukan. Tapi, itu bukan berarti kamu pasif.


Apalagi, masalah pencarian jodoh adalah salah satu hal yang membuat stres dan depresi. Depresi karena cinta tiba-tiba membuatmu memahami artinya galau. Kamu malah baca twitter ukhti galau, nyari kumpulan lagu galau 2022 dan hal-hal lain yang malah nggak bikin happy. Harusnya kan kamu malah nyari gimana caranya biar nggak galau atau cara menghilangkan stres pada wanita, lah ini malah nggak. Nyadar nggak sih kamu kalau kamu itu butuhnya hormon kebahagiaan. Hormon bahagia adalah hormon yang membuat bahagia.


Dopamine mana dopamin?


Ya, kamu butuh dopamin. Dopamin adalah salah satu dari 4 hormon kebahagiaan, selain serotonin, oksitosin, dan endorfin. Kamu butuh keempatnya.


Yup, kamu harus optimis dan bahagia karena stres dan depresi itu bikin kamu tampak tidak menarik dan energi yang negatif bisa menghalangi pria untuk mendekat kepadamu. Apalagi, kalau kamu percaya teori "Pria dari Mars dan Wanita dari Venus (Men are from Mars, Women are from Venus)" ala Gary Chapman, asmara 2 dunia eh dua planet itu kan berat.


Jadi, tugasmu di sini adalah optimis dan nyeneng-nyenengin diri (menyenangkan diri sendiri) misalnya dengan nonton bebek berenang bernyanyi, baca google books atau google ebook (kamu bisa browsing misalnya dengan kata kunci "books google download"), belanja, daftar menjadi volunteer/sukarelawan dan anggota klub atau komunitas, bereksperimen dengan masakan-masakan baru, atau lainnya.


Pokoknya, kamu harus "lupain cowok" biar nggak diselubungi aura desperate. Hiduplah "se-hidup mungkin" dan sebahagia mungkin lalu welcome jika ada cowok mendekat.


Metode di sini itu nggak abstrak banget kayak Law of Attraction (LoA). Meskipun mengandung LoA, tapi ada ikhtiar lainnya juga. Kalau kamu pernah mendengar tentang "peta harta karun", metode serupa juga diterapkan di sini. Jadi, nggak cuma main mental atau pikiran, ada aktivitas fisiknya juga yang mendukung kamu untuk menjadi magnet, tidak mengejar pria. Soal aktivitasnya apa aja, kamu perlu baca sendiri bukunya.


Tadinya kupikir metodenya malah lebih mudah dari ini dan full enak/nyenengin, tapi ternyata tetep ada usaha-usaha lahiriahnya dan dia fifty-fifty antara "memberi angin surga" dan "jangan lupa menapak bumi". Dan itu membuatku "Ah, ganggu perasaan enak aja deh." Meskipun, wajar sih gitu. Beberapa buku kayak gitu (merusak suasana). Tapi, ngimpi sesaat kan gak papa. Wong aku juga bukan termasuk tipe yang mudah membayangkan.


Ups, udahan deh ngimpinya. Sekarang giliran kamu yang baca.


Gimana, tertarik gak baca "Meeting your half orange" ini?


Tonton juga video ini "Tipe-Tipe Jomblo"







13 November 2022

Review Buku "Sleep Faster"

"Sleep Faster," how to sleep better in less time

Penulis: Stresspoint, Switzerland's no. 1 stress management institute


Sleep faster



 "Sleep Faster" adalah buku tentang cara tidur dengan cepat (cara mengatasi insomnia).


Zaman sekarang penderita insomnia mungkin semakin meningkat karena orang-orang banyak yang nempel terus dengan HP-nya, serta penggunaan komputer, TV, radio, dan sebagainya. Padahal, tidur itu vital bagi tubuh. Tapi, tidurnya nggak asal tidur, harus berkualitas. Dari 4 fase tidur, kamu harus bisa memasuki fase deep sleep/tidur dalam.


Insomnia sendiri bisa disebabkan karena faktor fisik atau psikologis, cara bedainnya adalah dengan membuat jurnal tidur dan jurnal stres untuk men-tracking/melacak pola tidur dan pola stres kamu. Selain dibedakan dari penyebabnya, insomnia juga bisa dibedakan dari fase tidurnya. Jadi, insomnia itu macam-macam, tidak 1 jenis.


Tak lupa pula penulis membahas tentang berbagai hal yang mempengaruhi tidur seseorang, tidur siang, durasi/lamanya tidur, kuantitas dan kualitas tidur, pil/obat tidur, tipe lark dan tipe owl, dan yang tak kalah menarik adalah tentang locking technique (teknik mengunci), suatu teknik yang aku baru tahu dari buku ini. 


Jadi, tidur itu ada seninya. Kesalahan/gangguan tidur dapat merusak fisik atau mental serta mempercepat proses penuaan (aging). 


Semua itu dibahas di buku "Sleep Faster" ini, buku tipis 59 halaman dengan isi yang lux. Isinya bagus karena langsung masuk ke bahasan tidurnya, meskipun nggak jauh beda dari buku-buku serupa. Beberapa halamannya full color dan pada akhir tiap bahasan ada rangkuman atau kotak pengingatnya. Enak dilihat dan lumayan enak dibaca, serta membantu pembaca banget untuk memahami dan mengingat isinya.


Recommended.









11 November 2022

Review Buku "Bone Broth Breakthrough"

"Bone Broth Breakthrough," transform your body with bone broth protein, the ultimate food to support gut health, metabolism, lean muscle, joints and glowing skin

Penulis: Josh Axe


Bone broth breakthrough


Buku "Bone Broth Breakthrough" adalah buku kumpulan resep bone broth/kaldu tulang. 


Meski gitu, ada penjelasannya juga bone broth itu mengandung apa saja, jenisnya apa saja, manfaatnya apa, kenapa kita sebaiknya mengkonsumsi bone broth tiap hari, gimana cara dapetin bone broth yang murah/hemat/ekonomis, gimana cara masaknya kalau mau bikin sendiri, 3 day bone broth cleanse, 7 day bone broth challenge, 30 day bone broth transformation, dan yang nggak kalah menarik adalah resepnya buanyak.


Kamu nggak usah bingung gimana cara agar bisa makan/minum bone broth yang rasanya enak karena di sini udah dibocorin 50 lebih resepnya. Ada fotonya juga yang so pasti keliatan lezat. Di sini dibedakan kegunaannya untuk breakfast and smoothies, main dishes, snacks and bars, dan desserts dan dibedakan juga menurut fungsinya untuk tubuh.


Kalau kamu menderita leaky gut mungkin sudah nggak asing dengan saran untuk mengkonsumsi bone broth ini karena memang itu adalah salah satu manfaatnya.


Tapi kamu harus tau kalau bone broth itu ada 3 macam, yaitu bone broth daging (beef), bone broth ayam dan kalkun, dan bone broth ikan. Ketiganya bisa mengandung jenis kolagen yang berbeda. Selain itu, perhatikan pula dia organik atau tidak (mengandung bahan kimia buatan atau tidak) dan campuran resepnya itu mengandung bahan yang memicu kamu alergi/memicu sensitivitas makanan yang kamu miliki atau tidak.


Ini buku resep yang lux. Fotonya gede-gede dan bagus, tata letak tulisan/layout/warna/skema dan semacamnya juga bagus, enak dilihat dan dibaca. 


Jadi, buat kamu yang mau diet bone broth untuk kesehatan dan kecantikan dan rasanya juga enak, bisa coba baca buku "Bone broth breakthrough" ini.


10 November 2022

Review Buku "Think Out of the Box"

"Think Out of the Box," generate ideas on demand, improve problem solving, make better decisions, and start thinking your way to the top

Penulis: Som Bathla


Think out of the box


Buku "Think Out of the Box" adalah buku tentang berpikir di luar kotak, yaitu tentang cara meningkatkan problem solving skill kamu. Apa itu problem solving skill? Problem solving skill adalah keahlian dalam memecahkan masalah. Sedangkan yang dimaksud kotak oleh penulis di sini adalah otak.


Ini buku tipis, tapi dia niat bikin daftar isinya. Buku bule banyak juga yang daftar isinya asal-asalan nggak pake halaman, belum bisa menggambarkan isi buku hanya dengan membaca daftar isinya, atau lainnya.


Trus, yang bikin aku kagum, pendahuluannya bagus. Buku yang kubaca jarang yang pendahuluannya bagus sehingga biasanya aku skip.


Covernya juga bagus dan isinya itu punya margin kanan dan kiri yang lapang dan jenis font yang agak bulat dan sedikit lebih enak dibaca dibandingkan buku kebanyakan. Tulisannya kecil, paragrafnya nggak ada menjoroknya, antar paragraf dan antara sub bahasan dan isi juga masih kurang spasi menurutku (biar enak dibaca), tapi karena margin kanan-kirinya lapang dan jenis fontnya agak beda tadi, dia agak tertolong. 


Isinya sendiri itu tentang otak, pentingnya belief yang baik, mengkondisikan otakmu agar dalam kondisi kreatif (gelombang alfa), melatih otak agar kaya ide melalui variasi-variasi hidup, mengajarkan metode SCAMPER, dan lain-lain. Jadi, berpikir out of the box ala dia itu lebih ke berpikir kreatif (creative thinking). Bagiku, itu nggak sepenuhnya benar. Solusi/ide bisa saja macam-macam tetapi masih inside the box. Sebenarnya, buku ini bagus banget dan padat berisi, tapi karena aku nyari buku untuk melengkapi buku "What's your problem?" jadi ini bukan buku inti yang kucari. Kupikir isinya bakal sama, yaitu menentukan masalah yang lebih tepat, tapi ternyata tidak. Buku "Think out of the box" juga menceritakan tentang berpikir di luar kotak sih tapi cuma sedikit/sambil lalu, yang dominan adalah tentang berpikir kreatif/brainstorming.


Di sini juga dibahas tentang otak fokus dan otak difus (otak kreatif) (tapi istilah dia beda). Pada cover kan tertulis "improve problem solving" tetapi dia lebih condong memakai otak kreatif. Pada buku "Critical thinking" karya Simon Bradley dan Nicole Price itu juga tentang decision making dan think smart, metodenya serupa dengan banyak membuat variasi hidup, tapi anehnya buku "Critical Thinking" kok lebih menekankan otak fokus ya? Padahal, caranya serupa. Tapi setahuku yang benar ya buku "Think out of the box" ini, variasi itu gandengannya otak kreatif (menstimulasi otak kreatif).


Buku "Think out of the box" ini bagus banget. Dia memuat beberapa perspektif baru, misalnya tentang procrastination (suka menunda-nunda), kebosanan, multitasking, dan outsider (non expert/bukan ahli atau bukan bidangnya/bidang yang berbeda dari yang dibahas). Selain itu, dia juga memberikan banyak sekali latihan/teknik berpikir kreatif yang bisa kamu coba/praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. 


Kekurangannya ya itu tadi, ini lebih ke berpikir kreatif bukan berpikir di luar kotak. Selain itu, meski variasi latihannya banyak, panduan untuk penerapannya kurang mendalam.


Very recommended.

09 November 2022

The Monk who Sold His Ferrari Review

"The Monk who Sold His Ferrari (review)" a fable about fulfilling your dreams and reaching your destiny

The Monk Who Sold His Ferrari by Robin S. Sharma


The monk who sold his ferrari


Ferrari bukanlah merek mobil buatan Indonesia. Ferrari merupakan produsen mobil balap/supercar/mobil mewah super cepat. Ada Ferrari Roma, Ferrari Testa Rossa, atau lainnya. Jika kita bicara tentang orang terkaya di dunia, kamu mungkin akan membayangkan foto kolam renang mewah, memiliki mobil mewah seperti Ferrari ini, naik kapal pesiar mewah, belanja barang-barang branded/bermerek, atau berwisata ke luar negeri atau keliling dunia. Cuma, saya merasa penasaran, apa yang ada di pikiran pencipta/pembuat mobil Ferrari ini sehingga bisa memasukkan nilai mobil balap menjadi keunggulan mobil sehari-hari milik orang kaya. Yang membuat saya lebih penasaran lagi adalah judul buku ini, "Apa hubungannya biksu dengan mobil Ferrari yang notabene sebuah kemewahan? Bukankah (setahu saya) biksu sudah tidak memikirkan urusan duniawi? Setidaknya urusan duniawi yang berupa kemewahan/materi tadi, kayaknya dia udah nggak mikir deh. Trus kenapa judulnya seperti kontras?" Nah, itulah daya tarik pertama dari buku "The monk who sold his Ferrari" ini.


Buku "The Monk who Sold His Ferrari" berisi gabungan antara fiksi dan non fiksi. Dia menceritakan kisah fiksi lalu dibahas pelajaran-pelajaran di dalamnya dalam bentuk gambar rangkuman (non fiksi). Jadi, dominan fiksinya, 99% fiksi.


Entah kenapa disebut fabel padahal setahuku fabel itu kisah-kisah hewan, sedangkan ini pemerannya/tokohnya itu manusia. Setelah coba kuterjemahkan di Google Translate ternyata ada arti lain dari fable yaitu dongeng perumpamaan.


Buku ini berisi kisah Julian Mantle, seorang pria yang sangat ambisius dan workaholik. Getol banget cari uang sampai akhirnya bisa beli mobil Ferrari. Tapi setelah dia kaya sesuatu terjadi pada dirinya dan mengubah seluruh hidupnya. Kemudian Julian menceritakan perubahan itu kepada sosok "aku". Jadi, buku ini berisi ajaran-ajaran tentang kehidupan secara umum, termasuk karir, kebahagiaan, dan produktivitas yang disampaikan dalam bentuk cerita/dialog antara 2 orang pria. Aku udah bisa nebak ceritanya mulai halaman 15, padahal halamannya ada 200-an.


Secara pribadi, aku ga suka model non fiksi yang dicampur fiksi kayak gini. Aku tau buku ini karena aku tahu penulisnya dulu di Instagram trus penasaran gitu deh. 


Aku pernah tahu model kayak gini di buku tentang memilih orang saat intervew tapi aku lupa judulnya. Kalau buku yang ini porsi non fiksinya agak lebih banyak dari "The monk who sold his ferrari". Kayaknya sih model penulisan kayak gini itu langka. Mereka berusaha kreatif aja gitu. Ada juga buku campuran fiksi dan non fiksi (non fiksi yang dibentuk fiksi) yang masih agak mirip yaitu "Who moved my cheese" dan buku lain yang ditulis oleh penulis "Who moved my cheese" kalau nggak salah judulnya "Peaks and valleys" (dia bikin buku lain dengan format serupa karena "Who moved my cheese" sukses di pasaran).


Kalau secara isi, buku ini biasa. Banyak buku lain tentang kesuksesan yang lebih bagus dari ini. Malahan, untuk dapat poin-poin inti yang sedikit itu kamu harus muter-muter dulu baca ceritanya yang puanjang. Untuk penikmat fiksi mungkin suka, tapi bagiku sangat bertele-tele.


Uniknya, buku "The monk who sold his ferrari" ini masuk non fiksi lho di kategori pencarian, padahal 99% itu fiksi. Nah, lo.


Buku The Monk who Sold His Ferrari ini tersedia dalam bentuk cetak (print) maupun ebook, termasuk pdf. Yang ebook bisa didapat misalkan dari googlebooks/google ebook. Harga The Monk who Sold His Ferrari ebook ini sama baik untuk versi asli/versi bahasa Inggris maupun versi terjemahannya/versi bahasa Indonesia, yaitu sekitar 75 ribu untuk saat ini. Untuk buku terjemahannya diterbitkan oleh penerbit Bhuana Ilmu Populer. Judulnya "The Monk who Sold His Ferrari: kisah spiritual tentang usaha menggapai impian dan takdir."


Yup, buat kamu yang penasaran langsung aja kepoin buku The Monk who Sold His Ferrari ini. Semoga review nya membantu ya!




Review Buku "He's Not Going to Call"

"He's Not Going to Call," how to get over it, start dating and find a good man

Penulis: Romy Miller


He's not going to call


Buku "He's Not Going to Call" ini judulnya spesifik dan unik ya. Miris banget gitu banyak cewek yang nungguin cowok gebetan/pacarnya nelpon atau hubungin dia sampe dibikin judul dan tema khusus seperti ini. 


Jadi, buku ini ceritanya tentang cewek-cewek yang ngarep, yang digantung cowok, yang "menggantungkan" diri ke cowok (rasionalisasi atau nyari-nyari alasan baik padahal udah dicuekin/diperlakukan buruk oleh cowok tapi tetep nunggu cowok itu), dan terutama cewek-cewek yang agresif/ngejar cowok. 


Ini adalah buku ke sekiaaaan banget dari buku karya cewek ataupun cowok yang ngelarang keras cewek untuk aktif deketin cowok apalagi agresif atau ngejar-ngejar. Salah satu bahaya utamanya adalah pengejaranmu bikin dia PD, egonya meningkat, lalu nyari/ngejar cewek-cewek lain dengan kepedean barunya tadi. Ketika kamu ngejar-ngejar dan memperlakukan dia sebegitu rupa dia jadi "terbang/overvaluing" dirinya tapi perbaikan rasa PD dan self esteem dia tadi itu untuk bekal dia berburu cewek-cewek lain yang lebih worthy di matanya. Apes banget kan buat kamu.


Tonton juga video ini "Cowok Pemalu vs Cowok Nggak Naksir"


Buku ini penulisnya cowok. Bahasanya masih ala cowok banget dan kasar kayak gemes banget gitu sama cewek-cewek yang ngelakuin itu (ngarep cowok yang gak jelas or gak cinta dia). Straight ya omongannya. Blak-blakan. Tapi nilai rasanya biasa, nggak terlalu menghina dan nggak memuat ketidakadilan gender. Cara nulisnya aja yang kayak marah-marah atau kayak orang lagi nasehatin orang lain. 


Buat cewek-cewek yang masuk dalam kategori cewek di atas, baca ini kayak kepalamu lagi dipukul palu guedhe berkali-kali. Biar cepet sadar. Dan karena penulisnya cowok, dia juga kasih warning-warning dan penjelasan-penjelasan tentang kelakuan cowok. Itu kalau kamu kepo banget, walaupun kadang nggak tau detail juga gak papa sih yang penting kamu tahu garis besarnya, kalau dia melakukan "ini"/nggak melakukan "itu" berarti "no" gitu juga bisa. 


Buku "He's Not Going to Call" tulisannya kecil-kecil tapi karena bahasannya pendek-pendek jadi agak tertolong. Kalau capek bisa berhenti per bahasan. 


Udah gpp baca aja. Very recommended.

04 November 2022

Review Buku "Belong"

"Belong," find your people, create community & live a more connected life

Penulis: Radha Agrawal


Belong


"Belong" adalah buku tentang mencari sahabat sejati. Mencari orang dan mencari atau membentuk komunitas yang kamu banget.


Pertama membuka buku ini aku kaget banget karena isinya artistik. Dia bermain dengan warna, gambar, panjang-pendek dan besar-kecil tulisan, sekumpulan tulisan itu dibuat menjadi bentuk tertentu, dan ada isiannya juga untuk lebih mengenal dirimu dan kebutuhanmu.

Isinya luar biasa bagus, baik secara konten maupun keindahan. Keterbacaan juga lumayan. Radha dengan detail menjelaskan proses-proses dalam mencari teman dan membentuk komunitas yang cocok dan solid, mulai dari memahami diri dan kebutuhanmu, menjadi pribadi yang menarik orang yang kamu incar, sampai dengan mengerucutkan mereka ke dalam inner circle-mu. Dia juga sangat gigih berburu teman ke buanyak sekali kota dan komunitas hingga akhirnya menemukannya setelah 2 tahun dan merawat banyak komunitas juga. Jadi, ga cuma jodoh ya yang harus dicari, sahabat juga.

Masalahnya adalah itu (interpersonal skill) memang fitur dia. Interpersonal skill adalah keahlian menjalin hubungan dengan orang lain. Misal anak tunggal, biasanya mengembangkan kemampuan sosial yang baik karena dia kesepian ga punya saudara. Radha ini bukan anak tunggal tetapi dia anak kembar dan dari keluarga perantauan dan keluarga yang menyenangkan, jadi modal untuk mudah bergaul dan kebutuhan untuk banyak teman itu tinggi. Di perantauan kamu butuh survive sehingga mau nggak mau harus berusaha merengkuh orang lain. 

Jadi, Radha ini sepertinya ekstrovert, orangnya fun, sanguinis, dan punya kemampuan mengorganisir yang baik. Dan jangan lupa juga tentang faktor biaya. Bisa ke berbagai kota, mengadakan/menghadiri berbagai event/pertemuan, membuat pernak-pernik komunitas misal seragam komunitas itu semuanya butuh biaya. 

Trus tentang gimana cara mengakhiri/keluar dari pertemanan dan komunitas yang nggak cocok juga nggak terlalu dibahas di sini.

So, kesimpulannya buku ini bagus banget tapi lebih cocok untuk orang yang rame, yang suka kumpul-kumpul, ekstrovert, dan kurang lebih punya fitur seperti Si Radha ini.



03 November 2022

Review Buku "Practice Perfect"

"Practice Perfect," 42 rules for getting better at getting better

Penulis: Doug Lemov, Erica Woolway, Katie Yezzi


Practice Perfect


"Practice Perfect" adalah buku tentang cara belajar dan mengajar yang baik. Di dalamnya terdapat 42 aturan agar kamu menjadi lebih baik dan lebih baik.


Seringkali, orang belum benar-benar memahami bagaimana cara belajar atau mengajar yang baik, misalnya pada pemahaman orang tentang prinsip Pareto, tentang cara menilai orang yang berpengalaman, tentang mitos berlatih 10 ribu jam, dll. Sebagian dari itu sudah kupahami sebelum membaca buku ini, walaupun termasuk agak terlambat juga memahaminya. Jadi, kamu bisa baca buku ini agar tidak terjatuh dalam kesalahan yang sama sepertiku dulu.


Buku ini cocok untuk pembelajaran pribadi maupun tim/bersama, cocok untuk bidang olahraga, pendidikan/sekolah, kantor, anak-anak ataupun dewasa, guru, coach, serta pembelajaran sadar maupun pembelajaran otomatis. Tindakan otomatis seperti itu biasanya terutama sangat dibutuhkan dalam bidang olahraga. 


Covernya menarik, isinya juga bagus, apalagi ada contoh penerapannya dan latihan/rangkuman pada akhir tiap aturan, serta teknik mengajar dari buku "Teach Like A Champion" yang best seller itu dan contoh praktis dari aktivitasnya. Jadi, kamu beli 1 buku dapat isi dari 2 buku gitu lho. Sip, kan?

Sayangnya, ini tulisannya kurang besar dan layoutnya kurang enak dibaca. Aku capek banget bacanya, apalagi bukunya berat bagiku. Dia sulit dipahami, kurang clarity, kurang terfokus, dan kalimatnya kurang sederhana. 

Buku "Practice Perfect" ini cocok buat guru di kelas, terutama bagian belakangnya/bonusnya yang berasal dari buku "Teach Like a Champion".












30 Oktober 2022

Review Buku "How to Attract Good Luck and Make the Most of It in Your Daily Life"

"How to Attract Good Luck and Make the Most of It in Your Daily Life," the classic guide to changing your fortune

Penulis: A.H.Z. Carr


How to Attract Good Luck


"How to Attract Good Luck and Make the Most of It in Your Daily Life" adalah buku tentang merancang takdir agar kamu lebih beruntung. Jadi, mayoritas orang yang dikatakan/dianggap beruntung itu nggak semata-mata beruntung. Ada usahanya.


Buku ini sangat kaya dan inspiratif bagiku. Semakin umurku bertambah, aku semakin selektif dalam segalanya. Aku mengevaluasi dan menguji ulang buku-buku, ahli-ahli, atau ilmu-ilmu pengetahuan yang selama ini kuyakini dan atau kuterapkan. Aku menemukan banyak sekali ajaran mereka yang salah. Aku juga menemukan banyak keputusanku yang salah, atau keputusanku aslinya baik tapi hasilnya buruk. Nah, buku ini kukatakan mengandung bagian yang jika kamu baca/pelajari/praktekkan lebih awal kamu bisa terhindar dari beberapa kesalahan yang kulakukan tadi.


Dia menggabungkan antara hal-hal yang berhubungan dengan pikiran, perasaan, dan intuisi. Saat membacanya aku merasakan nuansa yang berbeda ketika membaca bagian awal dan akhir. Bagian awal seperti sangat logis (dan kemungkinan besar akan beruntung) tapi bagian setelahnya itu seperti nggak mesti, kamu masih bisa ketemu orang yang nggak baik atau dibodohi orang lain jadi bisa aja nggak beruntung. Kondisinya itu nggak selalu kalau kamu baik orang bakal pasti baik. 

Ada semacam kayak gitu di sini. Mungkin maksudnya memang harus diterapkan totalitas/secara keseluruhan. Kalau kamu hanya menerapkan bagian tertentu (yang sangat dipengaruhi faktor eksternal tadi), kamu masih sangat rawan untuk tidak beruntung. 


Isinya sedikit lebih luwes dari buku "Luck Factor"-nya Richard Wiseman karena buku Richard Wiseman itu masih terlalu ilmiah dan terlalu banyak detail referensi di dalamnya (bentuknya masih condong ke buku skripsi, bukan buku populer) dan seingatku isinya beda banget, jadi mereka bisa saling melengkapi. 


Kalau soal cover lumayan bagus ya. Meskipun dominan tulisan tapi masih tetep cantik dan menarik.


Recommended.



28 Oktober 2022

Review Buku "Whatever You Think, Think The Opposite"

Whatever You Think, Think The Opposite

Penulis: Paul Arden


Whatever You Think, Think The Opposite

Buku "Whatever You Think, Think The Opposite ini adalah buku tentang cara pandang penulis yang unik tentang kehidupan. 

Dari judulnya, kamu bisa lihat kalau penulis itu orangnya anti mainstream, suka menentang arus/suka beda. Dan memang buku ini secara keseluruhan kreatif, mulai dari judul, cover, layout, isi/pemikiran dan foto-foto di dalamnya itu kreatif. Pokoknya dia itu sangat kreatif, sampai-sampai aku nggak ngerti isinya, seperti orang yang "beda bahasa" denganku. Ada sisi filosofisnya juga serta contoh orang-orang dan karya-karya yang sukses sebagai hasil dari berpikir berbeda, tapi sayang bahasannya meloncat-loncat (tidak mengandung kesatuan/koherensi). Pokoknya, ini buku "gaya bebas," suka-suka yang bikin lah. Jadi, meskipun ini jumlah halamannya sedikit, dengan formatnya yang seperti itu, isinya itu lebih sedikit lagi. Ada kesan bahwa sisi seninya itu malah menuh-menuhin halaman agar tercapai suatu ketebalan buku tertentu. 

Tadinya kupikir isinya itu seperti yang digambarkan oleh judul buku "Best Seller Sejak Cetakan Pertama" atau pemikiran yang dibalik dari belakang ke depan, tapi ternyata bukaaaaaan. Beda banget.

Buku ini punya layout unik, seperti gabungan antara penulisan majalah, buku anak, dan "gaya bebas." 

Sisi kreatif dari buku "Whatever You Think, Think The Opposite" ini bagiku patut diacungi jempol. Dia bisa juga dipakai untuk memicu cara berpikir di luar kotak (out of the box) atau tanpa kotak ya? Ya pokoknya gitu lah ya. Cuma, aku nggak cocok aja dengan buku ini. Mungkin ada orang lain yang lebih cocok dengannya, tapi bukan aku. Karena aku bingung/pusing dengan bahasanya dan susunannya yang kurang terstruktur dengan baik. 




Tarung Buku tentang Happy Brain

1. Buku 1:

"35 Tips for a Happy Brain," how to boost your oxytocin, dopamine, endorphins and serotonin

Penulis: V. Noot


35 Tips for a Happy Brain

2. Buku 2:

"Happy Brain," boost your dopamine, serotonin, oxytocin & other neurotransmitters naturally. Improve your focus and brain functions

Penulis: C. Kancel


Happy Brain

Kedua buku ini adalah buku tentang neurotransmitter-neurotransmitter otak yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang (hormon bahagia/hormon kebahagiaan). 


Mereka sama-sama mini book/buku mini yang bisa habis dibaca dalam sekali duduk. Buku ke-1 sebanyak 33 halaman, buku ke-2 sebanyak 47 halaman.


Pada intinya, isi dan formatnya sama, berupa penjelasan singkat neurotransmitter, manfaat, lalu cara meningkatkannya. Bedanya, neurotransmitter pada buku ke-2 lebih banyak jenisnya. Pada buku ke-1 hanya ada 4 neurotransmitter, yaitu oksitosin, dopamin, endorfin, dan serotonin, sementara pada buku ke-2 ada 8 neurotransmitter, yaitu dopamin, serotonin, endorfin, asetilkolin, epinefrin, norepinefrin, glutamat, dan GABA. Anehnya, buku ke-2 tidak mengandung bahasan oksitosin seperti yang tertulis pada covernya. Bahasan dan cara menyusunnya sama, kecuali neurotransmitter tambahan tersebut dan buku ke-2 ditutup dengan cara meningkatkan kinerja otak secara keseluruhan. 


Agar lebih bahagia/happy salah satu yang bisa dilakukan adalah olahraga teratur. Olahraga apa saja. Kamu bisa fitnes misalnya menggunakan alat fitnes pengecil perut atau alat fitnes rumahan multifungsi, melakukan senam pelajar pancasila atau senam sicita, atau bahkan aerobik. Latihan aerobik yang dilakukan secara teratur dengan takaran yang cukup akan memperbaiki kerja jantung dan pastinya baik untuk tubuh. 


Kembali pada kedua buku tadi, kali ini kita bahas covernya. Untuk covernya, aku lebih suka buku ke-2 karena lebih kreatif dan ceria seperti judul dan isinya. Untuk cara penulisan, aku lebih suka buku pertama karena tulisannya besar-besar dan lebih straight/sesuai kebutuhan orang awam sepertiku. Secara keseluruhan, aku juga lebih suka buku "35 Tips for a Happy Brain", tetapi kalau kamu butuh jenis yang lebih lengkap, kamu mending milih buku "Happy Brain."



20 Oktober 2022

Tarung Buku "Dopamine Detox"

Buku 1:

Dopamine Detox karya Thibaut Meurisse (disingkat DDTM)

A short guide to remove distractions and get your brain to do hard things


Dopamine Detox (Thibaut Meurisse)


Buku 2:

Dopamine Detox karya Linda Hill (DDLH)

The step by step guide to overcome addictions, break bad habits and stop obsessive thoughts

Dopamine Detox (Linda Hill)

Unik, judul kedua buku ini persis sama, tapi sub judul dan penulisnya kok beda. Apakah penulisnya benar-benar beda? Karena dalam dunia tulis itu orang bisa jadi siapa saja. Aku pernah tahu ada penulis yang pake nama pena beda gender pada buku karyanya. Dan apakah isinya beda? Pas aku nemu kedua buku ini aku sempat bingung karena hal-hal di atas, termasuk apakah buku-buku tersebut bener-bener beda atau beda cover aja setelah revisi atau cetak ulang. 


Akhirnya, aku baca keduanya. Pikiran pertamaku adalah buku-buku ini isinya bakal mirip buku-buku tentang otak karena dopamin adalah salah satu neurotransmitter otak, ternyata nggak. Isi buku DDTM lebih ke buku tentang fokus, sesuai judulnya; sedangkan isi buku DDLH lebih ke gabungan antara buku tentang motivasi, fokus, habit, procrastination, produktivitas/manajemen waktu, dan pikiran negatif. Format ini membuatnya lebih luwes daripada buku tentang otak pada umumnya, hanya saja meski pada sub judul DDLH itu memuat kata kecanduan dan obsesi jangan dibayangkan seperti buku-buku tentang terapi kecanduan yang biasa ditulis oleh psikolog, psikiater, atau lainnya karena ini luwes dan nggak sedalam itu.


Dopamin ini adalah neurotransmitter yang sangat berhubungan dengan motivasi, fokus, reward instan, kebiasaan, penunda-nundaan, kecanduan, dll. Kalau kamu bermasalah dengan susah konsentrasi, suka menunda-nunda dan multitasking, kecanduan, kurang perencanaan akan masa depan, maka kamu mungkin bermasalah dengan dopamin. Kamu mengalami overstimulasi sehingga dopaminmu harus di-detoks. Istilah detoks dopamin itu sebenarnya kurang tepat tapi kedua penulis tersebut tetap memakainya dan menjelaskan alasannya di buku mereka.


Jadi, saat dopaminmu tadi bermasalah, kamu jadi mager, sulit fokus, dll. Saat kamu ingin mengatasinya, kamu butuh buku yang tipis-tipis aja, wong lagi mager dan bad mood. Kedua buku ini cocok karena sama-sama punya halaman sedikit. DDTM 48 halaman, cocok kalau kamu lagi mager/susah fokus parah atau lagi hari-H mager, sedangkan DDLH lebih cocok kalau nggak lagi hari-H karena lebih detail dan lebih tebal.


Secara isi, pada intinya sama, dan semua bagian DDTM sudah termasuk di dalam DDLH (DDTM semacam versi mini dari DDLH). DDLH lebih lengkap dan lebih dijelaskan satu-satu bagian-bagiannya. Jadi, semua bagian DDTM ada di DDLH, sedangkan apa yang dibahas di DDLH tidak semuanya ada di DDTM, misalnya tentang makanan untuk otak dan aktivitas gelombang otak.


Jadi, kamu lebih suka yang mana?


 




19 Oktober 2022

Review Buku "Never Date a Dead Animal"

"Never date a dead animal," the red flags of losers, abusers, cheaters, and con-artists

Penulis: Nancy Nichols


Never date a dead animal


"Never date a dead animal" adalah buku tentang red flags/bendera merah saat mencari jodoh, yaitu tentang ciri-ciri pria yang tidak baik atau tidak serius sama kamu. Dengan menghindari pria dengan ciri-ciri ini kamu bisa selangkah lebih dekat dengan calon jodoh yang hingga tua bersama tetap denganmu.


Judulnya kasar ya, kok dead animal, mungkin kelakuan buruknya itu disamakan dengan hewan. 


Dead animal/hewan mati adalah pria (atau wanita) yang secara mental, emosional, fisik atau finansial tidak tersedia untuk berpartisipasi dalam hubungan yang penuh kasih, sehat, dan stabil. Dia seorang pecandu alkohol, sportaholic, workaholic, penjudi, penggoda wanita, pelaku kekerasan verbal atau fisik, pembohong, penipu; pecandu narkoba, s*ks atau p*rno, kriminal, tidak tersedia secara emosional atau fobia komitmen.


Buku ini agak kurang konsisten di dalam definisi/isinya. 

Pada cover ditulis losers, abusers, cheaters, dan con-artists; pada halaman pendahuluan ditulis tentang pria antisocial personality disorder; sementara pada bab 2 (Warning! Dead Animal Ahead!) itu seperti tulisan yang aku kutip di atas, tidak hanya tentang pria tetapi juga tentang wanita dan meliputi berbagai tipe calon jodoh yang tidak baik.


Terus terang isinya beda dari dugaanku, formatnya lebih mirip buku-buku tentang abuse, narsis, psikopat, sosiopat, dan semacamnya dibanding buku-buku tentang dating/milik dating coach pada umumnya. Isinya pun begitu, 50% tentang abuser/narsis/sosiopat, sisanya tentang perilaku abusive lain atau tipe-tipe cowok nggak oke lainnya, seperti suami orang, cowok posesif, cowok pencemburu, dll.


Dari segi bahasa dia lumayan luwes, keterbacaan juga lumayan, isinya juga bagus walaupun nggak terlalu mengandung kebaruan bagi orang yang biasa baca buku tentang abuse atau mental disorder. Dia lebih berupa kompilasi dari beberapa buku abuse yang diramu dengan pengalaman pribadi dan pengalaman coaching penulis (pengalaman penulis sebagai dating coach) serta mungkin materi pribadi dari penulis. Tapi disusunnya itu enak, menjadi semacam rangkuman yang lengkap dan enak dibaca (tulisannya enak dibaca dan potongan paragrafnya itu lumayan enak untuk mata).


Dia berada di ranah abu-abu, pertengahan antara buku abuse dan buku dating. Dibanding buku abuse kebanyakan dia lebih luwes, tapi dibanding buku dating dia terlalu berfokus ke abuse (aku menyebutnya terlalu "gelap"). Auranya lebih ke buku abuse daripada buku dating, apalagi covernya juga beraura gelap.


Buku ini bagus banget kok, cuma ya itu 50% -nya itu tentang narsis dan sosiopat. Aku yakin masih banyak cewek yang belum tahu tentang red flags-red flags yang dituliskan oleh penulis dan ini akan bermanfaat banget buat mereka.


Aslinya ini kreatif sih, buku abuse diberi judul unik/anti mainstream dan diformat menjadi buku tentang pencarian jodoh.


Baca ya. Aku merekomendasikan buku "Never date a dead animal" ini. 

17 Oktober 2022

Review Buku "Recovery from Trauma, Addiction, or Both"

"Recovery from Trauma, Addiction, or Both," strategist for finding your best self

Penulis: Lisa M. Najavits


Recovery from trauma, addiction, or both


"Recovery from trauma, addiction, or both" ini adalah buku tentang cara pemulihan diri dari trauma, adiksi/kecanduan, atau keduanya sekaligus. Kalau kamu menderita keduanya sekaligus, penulis lebih menyarankan kamu melakukan terapi trauma dan adiksi secara bersamaan, bukan bertahap adiksi dulu atau trauma dulu yang diterapi seperti metode yang biasa ditawarkan oleh ahli lain. Itu memungkinkan dan menurutnya lebih efektif untuk pemulihan dan membuatmu lebih cepat pulih.


Yang paling menyolok pertama kali dari buku ini adalah covernya bagus banget, memuat kombo/kombinasi antara pemulihan kecanduan dan trauma, dan yang paling menarik dan beda adalah sub judulnya memuat strategi untuk menemukan dirimu yang terbaik. Buku-buku tentang trauma dan adiksi itu biasanya:

1. Covernya jelek/nggak menarik,

2. Membahas trauma saja, adiksi saja, atau membahas keduanya tetapi tidak tercantum dengan jelas pada judul,

3. Tidak selalu memuat cara menjadi dirimu yang terbaik. Kalaupun memuat, tidak tercantum dengan jelas pada judul dan pada pembahasan kadang dibahas sambil lalu,

4. Lebih cenderung ke teori, 

Survivor tidak terlalu peduli kepakaranmu (dalam hafalan/teori atau bantah-bantahan teori), mereka butuh solusi. Apa isi dari bukumu yang bisa bikin hidupnya membaik. Semakin kondisinya berbahaya, semakin dia butuh buku yang ringkas dan langsung ke bagian terpenting yang dibutuhkannya.

5. Kurang aman bagi survivor (kurang empati, kurang validasi, dll),

6. Ada yang tebal dan ada pula yang punya buku kerja terpisah

7. Kebanyakan tidak memuat situs/kontak darurat/penting yang bisa dihubungi. Kalaupun memuat, kadang susah diakses karena tidak di bagian paling akhir dari buku.

8. Ada yang berat, bahasa/penulisan masih ala karya ilmiah banget, atau terlalu bertele-tele.

9. Ada yang keterbacaannya susah (spasi terlalu rapat, font terlalu kecil, dll).


Buku "Recovery from trauma, addiction, or both" ini selain covernya bagus, dia juga lumayan aman. Seingatku aku hanya menemukan 1 kata/bagian yang kasar. Penulisnya memahami dengan baik tentang trauma dan kecanduan dan sekaligus empatik. Saat membaca buku ini mungkin kamu akan merasakan aura compassionate. Dia termasuk salah satu terapis yang kurekomendasikan dan bukunya kunilai sebagai salah satu buku terbaik di bidang trauma dan adiksi/kecanduan, terutama jika kamu butuh solusi pribadi/bisa ngatasi sendiri masalahmu, bukan tergolong masalah yang berat/pribadi yang butuh banget bantuan langsung dari terapis. Terapisnya beraura kalem/lumayan tenang, tetapi kata-katanya tidak mengandung daya gerak. 


Jadi gini, ada buku yang isinya nggak maksa-maksa tapi dia punya daya gerak sehingga yang baca itu termotivasi dan langsung pengen nyoba. Ada buku yang isinya maksa-maksa, "Kamu harus lakukan sekarang!" tapi nggak mengandung daya gerak. Ada juga buku yang isinya nggak maksa dan nggak mengandung daya gerak. Buku "Recovery from trauma, addiction, or both" ini termasuk kategori yang terakhir. Dia mengandung berbagai hal untuk dicoba tetapi nggak mengandung daya gerak. Jadi, kamu perlu kemauan dari dirimu sendiri untuk mempraktekkannya. 


Buku ini memang nggak mengandung daya gerak, tapi dia lebih mengandung penerimaan, perasaan baik, dan harapan. Mungkin penulisnya bukan tipe motivator, lebih ke kindness dan acceptance. Bagi terapis, psikolog, psikiater, konselor dan semacamnya, apa yang harus coba anda pahami saat mencoba meyakinkan klien adalah apakah klien merasa aman dan nyaman, bisakah Anda membayangkan berada di posisi klien, dan sesuaikah solusi Anda bagi klien. Perasaan terhubung dan solusi nyata itu sangat penting, tidak boleh diabaikan.


Ada banyak hal yang bisa kamu dapatkan dari buku ini, di antaranya adalah cara mengenali sumber trauma/kecanduanmu, cara mengatasi perasaan-perasaan burukmu, cara memandang dirimu secara positif, cara memilih terapis, website/kontak penting/yang bisa dihubungi jika kamu mengalami trauma/adiksi, dll. Selain itu, dia juga menyinggung tentang PTSD (Post Traumatic Stress Disorder)/gangguan stres pasca trauma. Kamu yang mengalami PTSD kronis mungkin bisa juga mendapatkan banyak manfaat dari membaca buku ini. PTSD kronis adalah gangguan mental berkepanjangan setelah mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis/peristiwa yang tidak menyenangkan. Penderita PTSD misalnya para veteran perang.


Beberapa ahli psikologi menentang teori present-focused trauma counseling untuk terapi trauma dan kecanduan, beberapa yang lain menentang past-focused trauma counseling, tapi yang lebih penting dari itu adalah terapis dan klien itu sendiri merasa lebih cocok yang mana, salah satunya atau kombinasi dari keduanya. Past-focused model muncul dengan Sigmund Freud pada abad ke-19 dan menggunakan banyak nama berbeda, termasuk terapi testimoni, EMDR, dll. Sigmund Freud adalah ahli dan ilmuwan psikologi.


Aku menikmati membaca buku ini sampai sekitar setengah atau tiga perempat isinya. Selebihnya, aku kurang enjoy. Aku nggak yakin kenapa. Apakah mood penulisnya berubah pada saat menulis bagian tersebut, atau kurang menarik/kurang penting bagiku, susunan tulisannya/keterbacaannya nggak enak, atau kupandang agak melenceng dari pembaca sasaran. Sebenarnya, sasarannya masyarakat umum (untuk terapi sendiri), ataukah untuk kalangan terapis atau akademisi itu jadi nggak jelas. 


Dari semuanya, kelebihan utama dari buku "Recovery from trauma, addiction, or both" ini adalah penulisnya all out saat menulisnya. Dia bener-bener seperti mengeluarkan semua jurusnya agar kamu bisa self healing (memulihkan diri sendiri). Isinya praktis, memuat banyak secara hal to the point untuk dipraktekkan, beserta berbagai variasinya. 

Kan ada buku itu yang:

1. Nggak menyeluruh karena pembaca diarahkan untuk terapi langsung ke dia,

2. Nggak menyeluruh karena bahasannya akan dipecah menjadi banyak buku,

3. Nggak menyeluruh karena akan dipisah menjadi buku teori dan buku kerja.


Nah, buku "Recovery from trauma, addiction, or both" ini menyeluruh memuat semuanya. Misal kamu bisa pulih sendiri hanya dengan membaca dan mempraktekkan isi buku ini ya nggak papa, nggak perlu baca buku lain dari penulis atau terapi langsung ke penulis. 


Dia lumayan lengkap dan detail, padat berisi, lumayan to the point (sat set sat set), bahasanya luwes, dan sudah termasuk buku kerjanya, tapi halamannya masih tergolong tidak terlalu tebal. Jadi, enak dibaca. Cuma memang buku kerjanya bercampur dengan materi jadi agak susah nyarinya. Beda sama kalau buku kerjanya terpisah. 


Intinya, buku "Recovery from trauma, addiction, or both" ini bagus banget. Highly recommended.



09 Oktober 2022

Review Buku "Think Smart, Act Smart"

 "Think Smart, Act Smart," how to make decisions and achieve extraordinary results

Penulis: Darren Bridger dan David Lewis


Think Smart, Act Smart

"Think Smart, Act Smart" adalah buku tentang cara membuat keputusan, agar kau tidak menyesali semua keputusan yang telah kau buat. Buku ini akan mengajarkan kamu tentang act smart, bukan act fool. Act fool artinya bertindak bodoh. Act fool dalam bahasa gaul artinya sama dengan act fool dalam bahasa Inggris, yaitu bertindak bodoh. Act fool adalah sesuatu yang nggak banget, jadi kamu harus meminimalkannya, salah satunya dengan membaca buku ini. 

Buku "Think smart, act smart" ini bukan buku tentang cara bekerja cerdas ya, meskipun judulnya kayak buku-buku tentang bekerja cerdas. Jadi, jangan salah.

Isinya:

1. Fokus dan konsentrasi

2. Perspektif segar

3. Menganalisis opsi

4. Membuat keputusan

5. Menangani stres dan emosi

6. Mengambil tindakan


Buku ini bagus tapi pas baca aku kaget karena bahasannya itu melebar banget dan beda dengan buku-buku decision making yang pernah kubaca. Sempat kayak "ngowoh" gitu ya. Hah banget. Ada tentang konsentrasi dan fokus, temperamen, dll. Pikiranku langsung menuju pada buku "Logically fallacious." Ada tentang cacat logika juga. 


Aku sampai mikir, pembuatan keputusan itu sebenarnya masuk ranah apa. Tadinya kupikir masuk manajemen, tapi ketika aku baca "The Art of Thinking Clearly" kok penulis "The Art of Thinking Clearly" itu dari psikologi sosial. Bahasannya ada miripnya, memuat cacat logika dan bias juga. Jadi, aku nggak ngerti masuk ranah apa. 


Yang paling menarik bagiku dari buku ini adalah cara mengambil keputusan berdasarkan pohon keputusan (decision trees). Itu baru bagiku dan praktis bisa langsung dicoba.


Ini covernya bagus, isinya bagus, halamannya sedikit, bahasannya berat, tapi padat berisi dan mudah dipahami, trus meskipun fontnya kecil-kecil tetapi pembahasan per paragraf atau per bagiannya itu lumayan enak, pendek-pendek. Jadi, tulisan yang kecil-kecil dan tidak adanya spasi antar paragraf tadi agak tertolong keterbacaannya (nggak secapek kalau paragrafnya panjang). Apalagi ini bahasannya luas banget kayak bikin otak langsung ganti mode. 


Bagus kok buku "Think Smart, Act Smart" ini. Recommended. Memutuskan sesuatu itu perlu hati-hati. Jangan sampai kau menyesali semua keputusan yang telah kau buat.

Review Buku "Red Flags"

Red Flags: How to Know if He's Playing Games with You

Penulis: Brian Nox

Red Flags

Red flag (red flag meaning) artinya bendera merah, yaitu tanda atau sinyal bahaya. Red flag dalam hubungan berarti tanda bahwa hubungan itu berbahaya. Cowok red flags artinya cowok itu berbahaya atau nggak baik buat kamu. Jadi, biggest red flags in a guy artinya tanda-tanda bahwa cowok itu bahaya banget buat kamu atau hubungan kalian. 

Sesuai judulnya, buku "red flags" ini mengandung the biggest red flags in a guy. Ada red flags test nya juga untuk memudahkan kamu mengenali mereka. Penting banget bagimu untuk tahu tentang red flags ini soalnya cowok red flags itu akan bikin kamu berada dalam an uneasy relationship alias bakal nyusahin kamu banget, ngerugiin kamu, atau bikin kamu nangis bombay.

Habis baca buku tentang otak yang berat banget kemarin, gantian aku baca "Red Flags" yang easy peasy baca dan nyeleseinnya. Halamannya dikit, tulisannya gede-gede, dan bahasanya ringan. Kriuk kayak kerupuk. Covernya juga menarik toh. 

Ada orang bilang cowok ga bisa bedain warna lipstik, tapi kalo dalam hal games gini meskipun judulnya sama-sama games tidak semua pemainnya dinamakan player. Itu versi penulis buku ini. Kalau bagiku sih pokoknya main games ya player. Emang gue pikirin jenisnya? Bikin berat otak aja.

Buku ini secara umum bagus walaupun ada juga bagian yang aku ga cocok/ga suka. 

Penulisnya dating coach utk cewek dan cowok, tapi sepertinya dia nggak berhubungan dengan dating site/situs kencan online manapun. Karena di bukunya sendiri pun tidak disebut website lain, hanya web yang mengarah ke miliknya sendiri. Jadi, dia dating coach solo/independen/sendiri. 

Isi buku ini di antaranya adalah:
- Tipe-tipe pria dan games yang dimainkannya
- Red flags untuk diwaspadai
- Cara menyaring bad boy
- Cara melindungi hatimu
- Game player (player) sebagai marketer yang luar biasa
- Mengapa pria main games dengan kamu
- Alasan-alasan pria tidak mau berkomitmen
- Pria yang "main" dengan banyak wanita, padahal g4y
- Apa yang diinginkan pria darimu
- Kapan membiarkan pria pergi
- Tanda-tanda lain pria main games denganmu
- Cara mengetahui apakah kamu punya masa depan dengan dia, dll.

Yah, seperti itu. Bagus. Kamu kudu baca buku "Red flags" ini, biar kamu bisa tahu apa aja the biggest red flags in a guy dan bisa menghindar darinya.








04 Oktober 2022

Review Buku "Life Lessons from a Brain Surgeon"

"Life Lessons from a Brain Surgeon," the new science and stories of the brain

Penulis: Rahul Jandial


Life lessons from a brain surgeon


"Life lessons from a brain surgeon" adalah buku tentang kesehatan otak dan hal-hal yang berhubungan dengan otak. Ini adalah buku pertama penulis yang ditulis untuk kalangan umum. 


Seperti yang biasa kutulis, semakin tinggi tingkat pendidikannya, tulisannya itu cenderung berat. Buku ini pun begitu. Penulisnya adalah seorang neurosurgeon (dokter bedah saraf) dan neurobiologist sehingga pastinya ahli tentang otak dan kemungkinan juga akan memahami tentang berbagai penyakit langka di batang otak. Jadi, bahasa dan bahasannya berat. Meski gitu, kemarin aku ngintip buku-buku lain tentang otak ya memang berat-berat dan kurang sederhana penyajiannya. Buku ini termasuk mendingan walaupun tetap berat. Untuk ukuran buku yang ditulis oleh lulusan S2 hingga tingkat-tingkat di atasnya, buku ini sudah lumayan luwes dan ringan (tidak terlalu seperti karya ilmiah). Bahkan, untuk kalangan misalnya mahasiswa, paramedis, atau bidang-bidang yang terkait langsung dengan buku ini, buku ini bagus. Tapi, kalau untuk orang awam atau kalangan umum, buku-buku berat macam gini perlu keterbacaan yang sangat enak (font, spasi, margin, warna, dll) serta tulisan yang lebih sederhana dan straight/to the point/cepat masuk ke intinya.


Banyak buku yang ditulis oleh lulusan S2 atau S3 tapi kalau kita nggak buka dalamnya, kita nggak tahu mereka jurusannya atau kompetensinya apa. Di buku ini penulis dengan jelas menjual label dia sebagai dokter bedah saraf sebagai sisi marketable dari buku ini (langsung kelihatan di cover). 


Di sini kamu akan tahu betapa beratnya menjadi dokter bedah saraf yang tidur saja langka baginya. Betapa dia harus menjaga agar tetap fit dan awas dengan jam tidur yang entahlah itu dan pada saat yang sama dia harus mengoperasi otak yang bentuknya lunak seperti puding itu dan nggak boleh melenceng/salah sama sekali. Jadi, meskipun penulis bukan perfect surgeon (karena nggak ada sesuatu yang perfect), tetapi sepertinya dia sangat ahli dan sangat berdedikasi sekaligus passion/minat banget di bidangnya. 


Dengan kehidupan yang nyaris full di ruang operasi itu sangat mengagumkan dia masih bisa menghasilkan banyak buku dan riset dan nggak heran juga kalau buku "Life lessons from a brain surgeon" ini sangat kental berlatar operasi kepala. Penulis mendeskripsikan berbagai proses operasi yang dilakukannya dengan sangat vulgar. Kamu akan seperti berada di sana langsung sekaligus tahu efek-efeknya langsung, setelah operasi itu pasien kondisinya akan gimana.


Buku ini berisi tentang:

- Anatomi otak,

- Hubungan antara otak dengan pernapasan,

- Hubungan antara otak dengan makanan dan usus

- Hubungan antara otak dengan dr*gs/n*rkoba/r*kok

- Hubungan antara otak dengan cedera kepala

- Hubungan antara otak dengan istirahat/tidur

- Hubungan antara otak dengan sosialisasi dan perasaan kesepian

- Hubungan antara otak dengan aktivitas fisik

- Gegar otak dan bahayanya, terutama bagi olahragawan

- Mitos-mitos di bidang kesehatan, termasuk tentang utang tidur, yang ternyata bisa dibayar.

- Neuroplastisitas otak dan kemampuan otak untuk memulihkan diri

- Diet keto, diet Atkins, diet mediterania (MIND diet) dan intermitten fasting/puasa Senin-Kamis. Penulis melakukan intermitten fasting dan memakan makanan tinggi serat.

- Tidak ada bagian di otak yang berhubungan dengan id, ego, dan superego.

- Stem cell, dan lain-lain

Jadi, banyak ya, beberapa di antaranya jelas-jelas menolak pandangan ahli lain. 


Tak lupa penulis juga menyertakan cara-cara agar otakmu bisa lebih muda, lebih fit/sehat, dan lebih meningkat kemampuannya dalam berbagai bidang, tapi jenis stimulasinya tidak banyak dan tidak diulas secara mendalam. Meski gitu, aku sempat terinspirasi dan termotivasi untuk langsung menstimulasi otakku/mempraktekkan beberapa di antaranya. 


Buku "Life lessons from a brain surgeon" ini bagus terutama untuk mahasiswa atau kalangan medis, tapi dia mengandung sedikit informasi rawan (yang bisa disalahgunakan) sehingga tidak ingin kusebut di sini. Plus, kamu yang nggak tahan dengan sesuatu berbau operasi nggak cocok baca buku ini karena kemampuan penulis dalam mendeskripsikan operasinya itu sangat baik sehingga seperti nyata dan bahasan operasi dominan banget di buku ini.