23 September 2021

Bahaya Kumpul Kebo dan Kenapa Kamu Harus Menghindarinya

Kok ada ya orang yang suka kumpul kebo? Enakan juga kumpul sama manusia. (Bercanda ding)

Masih terasa aneh bagiku mengapa ada pasangan yang memilih tinggal bersama dan hidup serumah layaknya pasangan suami istri tetapi sebenarnya bukan suami istri, alias belum menikah. Istilah kerennya sih kohabitasi, tetapi kalau di Indonesia lebih populer disebut kumpul kebo.

Jadi, mereka itu ya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, bahkan berhubungan b*dan layaknya orang yang sudah menikah.
Kenapa gitu lho? Terutama yang cewek, kenapa kok mau?

Kalau kamu sering mengikuti blogku, mungkin kamu sedikit banyak sudah tahu, sepertinya ada suatu penanaman ide/gaya hidup/reframing/modus/manipulasi atau apa pun istilahnya yang menyebabkan terjadinya pergeseran gaya hidup tersebut.
Menurut penulis buku "How to Avoid Falling In Love With A Jerk", lebih dari setengah dari pernikahan saat ini didahului dengan kumpul kebo. Perubahan ini luar biasa besar dibandingkan masa lalu. Pada tahun 1974 saja, jumlah pasangan yang melakukan kohabitasi hanya sebesar 10%. Tidak disebutkan riset tersebut skupnya apa, apakah negara/daerah tertentu, ataukah dunia.

Sebelum aku menuliskan beberapa kemungkinan alasan mengapa orang melakukan kumpul kebo, ada baiknya kamu cari dan baca artikelku tentang alasan-alasan/modus cowok untuk ngajak ML. Silakan diobok-obok di blog ini pada kategori "asmara". Itu masih berhubungan.
Aku ingin menyinggungnya sedikit di sini plus menambahinya sedikit lagi.

Jadi, pada dunia bad boy itu ada aturan "Tiga Kali Kencan." Maksudnya, para bad boy tersebut harus bisa ngajak cewek targetnya untuk ng*we maksimal dalam kencan ke tiga. Kencan ke tiga ini nggak selalu berarti 3 minggu, misal mereka kencannya tiap hari ya berarti hari ke-3 target (nges*ks) sudah tercapai (dan siap mencari target baru). Nah, di kemudian hari aku menemukan fakta miris lainnya. Di dunia cewek (cewek sana), punya pemikiran "Kamu harus bisa menahan diri untuk nggak berhubungan b*dan dengan calonmu setidaknya sampai kencan ke-3." Jadi, kalau calonmu itu ngajak ML sebelum kencan ke-3, kamu tolak aja. Puncak kemirisannya adalah pada kencan ke-3 itu sendiri. Mereka punya pikiran gini, "Pada kencan ke tiga ajakan ML-nya harus kamu terima, atau kalau tidak kamu akan dianggap nggak tertarik sama dia."

Nah, lo, cocok kan? Pas banget dengan alur yang diciptakan oleh para bad boy tadi.

Kembali ke topik awal, kenapa sih ada pasangan yang memilih melakukan kohabitasi/kumpul kebo, ini beberapa kemungkinan alasannya:

1. Suka sama suka
Butuh s*ks saja.

2. Biaya pernikahan/rumah tangga mahal
Ini aku pernah nonton di Youtube, para bule diwawancarai Youtuber Indonesia yang ada di sana. Kenapa gitu mereka mau tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan. Ternyata di sana, biaya (pernikahan/rumah tangga?) mahal.

3. Trauma menikah
Kalau nggak cocok, gampang gitu nggantinya.

4. Percobaan hidup bersama (diicip dulu baru dinikahi) / praktek dan persiapan
Mereka ingin tahu cocok/tidak s*ks, gaya hidup, dan kebiasaan-kebiasaan lain mereka, tahu satu sama lain lebih dalam, dan ngetes cara mereka bekerja sama selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu.

5. Menghindari tanggung jawab
Kalau hidup serumah tanpa pernikahan itu kan mereka nggak menjalani full sebagai suami istri. Jadi, mungkin lebih ringan dan fun gitu.

6. Membantu tanggung jawab pengasuhan anak
Kebalikan dari nomer 5, karena sepertiga dari orang yang melakukan kohabitasi memiliki anak-anak, beberapa pasangan mengungkapkan alasan-alasan tambahan untuk mendukung satu sama lain yang melibatkan tanggung jawab pengasuhan anak.

7. Mencegah perceraian
Mungkin dalam pikiran mereka karena sudah menjalani masa percobaan, maka tidak akan bercerai.

Bila kita amati, sebagian alasan tampak seolah positif ya, tetapi apa faktanya? 

Riset membuktikan kumpul kebo menimbulkan berbagai keburukan sebagai berikut:

1. Sekitar 14 persen dari pasangan kumpul kebo tetap kumpul kebo tetapi tidak menikah,

2. Sekitar 40 persen dari pasangan kumpul kebo akhirnya berpisah,

3. Sekitar 46 persen dari pasangan kohabitasi akhirnya menikah, tetapi tingkat perceraian mereka lebih tinggi daripada rata-rata. Faktanya, tingkat perceraian tersebut sama tingginya dengan tingkat perceraian untuk pernikahan ke-2 (sekitar 66 persen),

4. Pada kenyataannya, bagi mereka yang kumpul kebo hanya dengan 1 orang selain orang yang akhirnya mereka nikahi, mereka memiliki kepuasan yang jauh lebih rendah dan romansa yang lebih rendah dalam pernikahan mereka dan tingkat perceraian yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata - dan itu semakin memburuk secara proporsional dengan setiap peningkatan jumlah pasangan,

5. Depresi di antara pasangan kumpul kebo 3 kali lebih tinggi daripada pasangan yang menikah,

6. Sekitar 40 persen dari pasangan kumpul kebo sekarang punya anak. Tiga perempat dari anak-anak ini akan melihat orangtuanya berpisah sebelum ultahnya yang ke-16 (mayoritas ortunya akan berpisah sebelum anak tersebut berusia 16 tahun). Statistik ini, jika pada anak yang lahir dari ortu yang menikah resmi hanya 34 persen. 

Di sini kita bisa lihat setidaknya 2 hal utama:
1. Aturan-aturan agama/aturan-aturan Allah itu dibuat untuk kebaikan manusia itu sendiri,

2. Kehidupan dari pasangan kumpul kebo/berzina itu tidak berkah, tidak mendapat kebaikan/kebahagiaan. Seperti dicabut rasa manis dari hubungan/romantisme suami istri (hubungan asmara dengan lawan jenis) karena terhalang oleh dosa zinanya.

So, open your eyes and open your mind, pikir bener-bener sebelum kamu terjebak ke dalam gaya hidup yang seperti itu (baca: kohabitasi/kumpul kebo). Mending gak usah ya, banyak mudharat/keburukannya. Makanya dihukumi haram tho. Dan buat kamu yang udah terlanjur ngelakuin ya cepatlah "pensiun" (berhenti) dan bertobat. Insya Allah Allah akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan mengembalikan serta menambah keberkahan ke dalam hidupmu.


03 September 2021

Review Buku "I Thought I Was The Crazy One"

 


Pertama kali lihat covernya, buku "I Thought I Was The Crazy One" karya Amorah ini tampak aneh dan gambarnya itu abstrak yang provokatif. Ada gambar seperti p*yudara yang membuatku agak annoying lihatnya. 

Judulnya sendiri juga unik, pake gaya bahasa "aku" (orang pertama) gitu, setahuku jarang judul buku non fiksi yang kayak gini.

Pada bagian awal pembaca di-warning ati-ati dengan calon yang begini atau yang melakukan begini begitu. Font yang dipilih dan layout-nya itu enak banget gitu buat dibaca. Sebagai orang yang suka baca to the point, yang model gini ini aku banget. Bagian ini cukup banyak ya, mungkin sampai setengah buku atau lebih, ya karena layout-nya yang membuatnya jadi berhalaman-halaman gitu (tapi gak papa cz bikin lebih enak dibaca).

Selanjutnya buku ini membahas tentang tipe-tipe toksik utama, yaitu NPD (Narcisstic Personality Disorder), APD (Antisocial Personality Disorder), dan BPD (Borderline Personality Disorder), ciri-ciri mereka, kesulitan di dalam mengenalinya, perbedaan utamanya, dan cara-cara untuk menanganinya. Bagian ini lumayan ilmiah dan kayak buku kuliahan gitu deh, beda sama bagian sebelumnya yang termasuk bahasan populer.

Bagus tapi bagiku pribadi solusinya agak abstrak, nggak terlalu praktis atau applicable. Dia lebih ke panduan atau garis besar aja.

Bagian terakhir kusebut sebagai bagian pembuka pikiran dan jiwa. Bagian ini akan membuatmu menjadi open mind. Isinya tentang esensi dari relationship itu sendiri, tentang dirimu dan orang lain (entah pasangan, teman, atau lainnya). 

Secara keseluruhan, buku ini sangat kaya dan mencerahkan tetapi saat aku baca kayak ada kekurangan dalam kesatuan atau koherensinya, ada beberapa bagian yang kayak ditempel-tempel aja, belum ada penghubung/pengaitnya (Atau perasaanku aja ya? Mungkin aku yang ga teliti atau ga fokus bacanya). 

Meskipun ada beberapa bagian yang aku nggak setuju dengan isinya dan termasuk fatal (nggak sesuai value-ku/nilai-nilaiku), tetapi overall buku ini bagus banget dan sangat kurekomendasikan buat kamu yang nyari/suka buku tentang relationship secara umum (termasuk percintaan) atau buku tentang psikologi (orang-orang toksik atau self development).

Sebagai catatan dan sebenarnya udah pernah kusinggung di tulisanku sebelumnya, orang-orang ahli (para expert) di bidang mental disorder/orang-orang toksik itu kebanyakan masih bingung dan nggak terlalu ngurus bedanya, mirip-mirip dan saling tumpang tindih. Toksik ya toksik aja gitu, nggak penting bagi kita yang awam untuk sampai mengkategorikan dia masuk ke dalam golongan toksik yang mana. Yang penting kita bisa mengenali perilaku toksik itu seperti apa, orang toksik itu kayak gimana, menjauhinya, atau meminimalkan efeknya (mengamankan diri kita sendiri).

Baca deh. Worth it kok. 

Mencoba Memahami Pola Pikir "Psikopat" sebagai Fuck Boy

 

Kalau kamu berpikir bahwa psikopat hanyalah pembunuh atau orang yang menyiksa fisik orang lain dengan sadis seperti di pilem-pilem, segera singkirkan pikiran itu. Psikopat, sosiopat, atau Antisosial Personality Disorder (APD) (pokoknya rumpun ini) itu bisa tampak seperti orang biasa, bahkan bisa berfungsi biasa seperti orang normal: bisa punya pendidikan tinggi, kedudukan tinggi, menarik, atau lainnya.

APD/psikopat ini ada banyak macamnya, salah satunya yang berhubungan dengan s*ks ini (fuckboy).

Pada sebuah buku psikologi penulisnya menempatkan bad boy sebagai orang-orang dengan gangguan APD, alias bad boy adalah psikopat. 

Sebagai info buatmu pengagum bad boy; bad boy, fuck boy, ataupun playboy adalah psikopat.

Psikopat itu sangat manipulatif. Sehubungan dengan aksi hookup/ML-nya, ada beberapa trik yang pernah dibocorkan pelakunya, saya amati sendiri, atau saya dapat dari sumber-sumber lain.

Beberapa aksi mereka untuk mengakali konsekuensi/efek dari perbuatannya di antaranya adalah sebagai berikut: 

1. Menumpangi "benih" pria lain

Jadi, dia menarget wanita-wanita hamil sebagai korbannya agar dia nggak perlu menikahinya/bertanggung jawab kalau wanita tersebut hamil. Wong wanitanya udah hamil duluan kok sebelum dia nges*ks dengannya.


2. Menumpangi "tindakan" pria lain, baik itu menyasar istri orang atau perempuan yang perempuan yang pernah zina/pernah melakukan hubungan suami istri dengan laki-laki lain.

"Wong kamu juga 'tidur' dengan pria lain kok, apa buktinya kalau itu anakku?"


3. Menyasar cewek-cewek lugu yang sekiranya belum pernah berhubungan s*ksual.

Dia merasa lebih aman dari risiko penyakit s*ksual (PMS/Penyakit Menular S*ksual)


4. Cek lab dulu sebelum berhubungan b*dan

Seriusan ada model gini. Kamu yang mo nikah aja mungkin masih takut-takut ya minta or ngajak calonmu cek lab dulu. Kalo fucek yang satu ini mah kagak, kalo dia mo ML ma tuh cewek, tuh cewek di screening dulu, disuruh cek lab dulu biar tau mengidap PMS apa gak. Baru mereka cuz lanjut.


5. Berdalih dilakukan suka sama suka

"Ngapain tanggung jawab wong kami suka sama suka kok, sama-sama mau melakukannya dengan senang hati."


6. No prostitute

Menurut dia, nges*ks dengan p*lacur itu rawan kena PMS, jadi dia punya "pacar" (pemuas n*fsunya) itu entah 1 atau beberapa orang. Ngakunya sih lebih safe gitu deh.


7. Nges*ks saat ceweknya haid atau mungkin juga lewat an*l (an*s).

Lagi-lagi biar nggak hamil.


8. Menyuruh minum pil KB atau aborsi, dan masih banyak lagi.


Kalau kamu amati, ada perilaku manipulatif untuk mengakali risiko hamil, tanggung jawab, perasaan berdosa atau bersalah dari korbannya, dll. 

Ketika kamu kampanye, "Jangan nges*ks sebelum nikah nanti hamil!" ----> Mereka jawab, "Tenang, aku punya penangkalnya."


Ketika kamu kampanye, "Jangan free s*x nanti kena PMS!" ---> Mereka juga jawab, "Gampang, nanti kuatasi."


Ketika kamu kampanye, "Jangan ML sebelum nikah nanti dosa!" ---> Mereka jawab, "Tubuhmu adalah milikmu. Kamu bebas mengeksplorasi tubuhmu. Nges*ks itu adalah pleasure, tanda kasih sayang terhadap pacarmu, dan untuk mengetahui kecocokan/compatibility kalian dalam masalah r*njang tersebut. Kalo nggak dicoba mana tau. Nanti kamu gak puas gimana setelah nikah?"


Ketika kamu bicara tentang rasa malu ---> Mereka jawab, "Gampang nanti kunikahi dulu trus kuceraiin, or aborsi aja, atau pake pil, apa gitu. Easy. Gitu aja kok repot."


Banyak banget ya dan dari waktu ke waktu alasan atau modusnya atau solusi mereka mungkin akan semakin kreatif.

Jadi, kampanye kalian juga harus kreatif dan dibantu didoakan juga. Yah walaupun kita tidak dituntut untuk bertanggungjawab terhadap hasil dari seruan kita kepada kebaikan tetapi agar kita bisa lebih punya harapan dan peluang keberhasilan yang lebih tinggi atas kampanye kita, terutama ditujukan pada cakornya (calon korban/orang yang berpotensi tinggi sebagai targetnya ya), cz kalo psikopatnya ya bukan tandinganmu/bukan ranahmu, dan nyaris impossible untuk berhasil.

So, gitu aja, stop ngefans sama bad boy dan fucek2an. Mereka danger you know.