26 April 2021

Review Buku "7 Keajaiban Rezeki"



Buku "7 Keajaiban Rezeki" ini mega best seller. Fenomenal. Meski demikian, aku tidak suka buku ini. Dulu aku juga pernah seperti itu, meskipun orang-orang suka, aku tidak. Ada penulis lain yang nggak terima kalau aku nggak menilai sama buku-buku yang disukai oleh mayoritas pembaca lain. Tapi kan itu hakku. Yang ditanya aku ya pendapatnya subyektif sesuai yang kurasakan.

Kembali ke buku "7 Keajaiban Rezeki" ini aku sudah sampaikan tadi kalau aku termasuk yang tidak suka. Terlepas dari banyaknya yang berhasil setelah menerapkannya sekalipun, aku tetap tidak suka.

Buku ini isinya sebenarnya biasa, tidak baru, cuma penulisnya pandai mengolahnya. Sesuai dengan branding Ippho Santosa "otak kanan" dan penjelasan di dalam bukunya sendiri, buku ini ditulis dengan sangat tidak terstruktur. Sangat kacau. Dia melompat-lompat dari satu bahasan ke bahasan lain yang jauh banget bedanya. Bikin aku dan mungkin orang-orang yang disebutnya dominan/kelompok "otak kiri" pusing bacanya. Ya memang di buku ini penulisnya jadi terlihat berwawasan sangat luas tapi bahasannya melantur ke mana-mana.

Tidak cuma itu, di dalamnya juga banyak memuat "cocoklogi" alias nyocok-nyocokin sekenanya. Dan kalau kamu termasuk golongan kiri, maka di sepanjang buku ini penuh hinaan dan sindiran bagimu. Apa-apa yang dipandangnya lucu/humor, nggak lucu blas buatku. Nylekit alias menyakitkan hati. Guyonan yang nggak sehat.

Ini menurutku buku agama yang dikemas populer, tetapi aku nggak suka cara yang digunakannya itu, yang bagiku tidak santun.

Aku pribadi pun bukan termasuk orang yang suka menggolong-golongkan otak kanan, kiri, dsb karena kita butuh kedua bagian otak tersebut dan keduanya pun bekerja sama di dalam otak kita. Dan tidak benar bahwa otak kanan segitu baiknya dan hanya memuat yang baik-baik saja, begitupun sebaliknya, tidak benar pula otak kiri seburuk itu dan hanya memuat yang buruk-buruk saja.

Terlepas dari buku ini yang mega best seller atau pendapat mayoritas orang yang mungkin positif terhadap buku ini, buat aku pribadi "no".


23 April 2021

Review Buku "Think Straight"




Sebelum bahas buku ini aku mau cerita dikit ya. Aku tuh merasa lucu, sebagian orang berkata, "Orang-orang itu kakean (kebanyakan) mikir/merencanakan, kurang action atau execution." Sebagian lain lagi bilang, "Orang-orang itu males mikir. Mereka pengen kamu yang mikir buat mereka."

Nah, lo, sebenernya orang-orang itu kakean mikir atau males mikir?

Mungkin isi buku ini bisa menengahinya. Orang-orang mungkin memang mikir, tetapi mikir apa dulu nih? Mikirnya bermanfaat apa nggak? Mikirnya berkualitas apa nggak? Itu pembedanya.

Beneran nih buku keren banget. Sudah isinya positif, nulisnya enak, sepanjang membacanya pun aku jadi tertegun dan banyak merenung. Penulisnya mengajarkan cara berpikir yang keren abis. Untuk ajarannya sendiri aku nggak yakin kalau baru, beberapa sama dengan buku-buku sejenis, tetapi untuk jumlah halaman yang sangat minim dia padat berisi, langsung menuju ke poin-poin pentingnya, dan bisa menggugah. 

Isinya singkat banget, bahkan beberapa halamannya tidak terisi penuh, tetapi justru itulah yang membuat enak dibaca, dengan bahasan-bahasan pendek per bagian-bagiannya.

Cara berpikir yang dijelaskan di dalam buku inilah yang berhasil membantu penulisnya menata kembali hidupnya setelah berada di titik yang terendah.

Setelah kemarin membaca buku "The Magic Question" yang membawa aura positif pada diriku, membaca buku "Think Straight" ini juga mendukung aura positif itu gitu loh. Baca 2 buku itu baik untuk menata ulang mindsetmu sehingga bisa lebih positif memandang hidup dan lebih berfokus pada solusi (lebih solutif/berorientasi pada solusi).

Kalau menurutku sih, cara mereka mengajar juga enak. Nggak bikin betmut-betmut atau perasaan negatif di diri.

Sesuai judulnya, buku ini tentang memperbaiki cara berpikir. Dengan pikiran yang lebih jernih, benar, dan terarah nantinya kamu akan membawa pikiran yang sudah lebih tertata tadi mewujud ke dalam action/tindakan yang lebih tepat pula. Jadi, tetep tidak berhenti pada berpikir saja. Untuk memperbaiki tindakanmu, perbaiki dulu pikiranmu. Gitu.



20 April 2021

Beraninya Kamu Menjamin Poligami sebagai Syarat Masuk Surga

 

Apa jadinya jika surga hanya seharga poligami? Barangkali para wanita akan berbondong-bondong bersedia dipoligami, sementara para pria bersorak kegirangan. Meskipun tidak enak-enak banget atau tidak enak sama sekali, tetapi kalau tiket surga hanya poligami, ya kenapa tidak? Tidak perlu susah-susah melakukan ibadah lain, tidak perlu takut dosa, tidak perlu mampir dulu ke neraka, bahkan tidak perlu mencicipi siksaan-siksaan dulu. Dosa kita langsung nol. Otomatis. Poligami mah jadi keciiil. Enteng.

Memang ada yang bilang begitu? Ada. Tidak persis sih, tetapi ada dan tidak cuma seorang. Banyak. Saya sering menjumpainya. Beberapa pria begitu berlebihan dalam menyikapi poligami atau tepatnya berusaha mencuci otak (brainwashing) atau memanipulasi dengan ujaran-ujaran tentang itu. Mereka bilang, “Wih, calon penghuni surga, nih,” atau “Masya Allah, wanita salihah,” atau perkataan serupa, “Hanya wanita yang ikhlas yang mau dipoligami.”

Tiba-tiba saja tiket surga, kesalihan, dan keikhlasan mengalami penurunan dan penyempitan makna menjadi tentang poligami saja. Asal wanita mau dipoligami berarti dia salihah, berarti dia ikhlas karena mau berbagi suami, dan pasti masuk surga. Begitu saja. Simple, bukan?

Ck...ck...ck..., sungguh kelewatan. Terlepas dari hukum poligami sendiri yang masih menjadi perdebatan/mengandung perbedaan pendapat di kalangan para ulama, saya pikir tindakan pria-pria tersebut berlebihan. Hanya karena mereka ingin berpoligami atau mengikuti pendapat sebagian ulama yang mungkin mengatakan hukum poligami adalah wajib, bukan berarti mereka bisa berbicara seenaknya. Surga itu mahal dan hanya bisa digapai dengan rahmat Allah. Kemudian untuk menggapai rahmat Allah tersebut kita berikhtiar untuk menjadi hamba-Nya yang salih/salihah, melaksanakan kebajikan dan menjauhi dosa, dan sebagainya, bukan tinggal bersedia dipoligami lantas otomatis salihah dan menjadi calon penghuni surga.

Kita harus sangat berhati-hati berbicara tentang poligami karena Islam sangat disorot terkait poligaminya (diolok-olok), meskipun sebenarnya poligami bukanlah monopoli Islam. Orang selain Islam juga berpoligami. Malahan, Islam hanya membatasi jumlahnya. Betul bahwa poligami itu ada dan dibolehkan di dalam Islam. Betul pula bahwa Rasulullah itu berpoligami. Akan tetapi, poligami-poligami yang ada sekarang ini telah banyak diselewengkan oleh pelakunya dan oleh orang-orang tertentu. Hal ini tentu akan berakibat buruk bagi wanita, bagi citra Rasulullah, dan bagi Islam itu sendiri. Poligami-poligami yang ada tidak lagi mendatangkan kebaikan atau keharmonisan, melainkan celaan, cibiran, perceraian, dan lain-lain.

Mereka yang berpoligami biasanya berdalih kesalihan, meskipun tidak selalu. Ada juga yang berdalih penyakit atau lainnya. Mereka yang berdalih kesalihan biasanya mencitrakan dirinya salih atau mencitrakan bahwa wanita yang mau dipoligami itu salihah. Terkadang bahkan ada yang seperti bilang, “Kamu dosa lho kalau tidak mau dipoligami.” Anehnya, di antara berbagai kewajiban atau sunah, yang ditonjolkan malah poligaminya. Tidak jelas apakah mereka melaksanakan juga kewajiban-kewajiban dan sunah-sunah yang lain dan apakah mereka melaksanakan kebajikan-kebajikan dan menjauhi dosa-dosa. Apakah pendekatan mereka terhadap calon-calon pasangan poligaminya itu benar? Dan apakah ketika mereka mencari calon itu mereka mengutamakan kesalihannya? Atau malah mengutamakan kecantikannya, keseksiannya, kekayaannya, atau lainnya? Mari kita amati lebih saksama.

Poligami-poligami yang ada saat ini itu begitu anehnya. Banyak penyimpangannya. Ada yang memalsukan statusnya dengan mengaku perjaka atau duda, ada yang untuk gaya-gayaan saja (merasa super/hebat karena mampu menikahi banyak wanita), ada yang masih kecil sudah mempoligami, ada yang sering berbohong, ada yang tidak mengurusi istri-istri dan anak-anaknya dengan baik, ada yang menganggap poligami itu tren sehingga dia ikut-ikutan, ada yang miskin tetapi berpoligami, ada yang berpoligami untuk s*ks dan mengeruk harta istri-istri kayanya (dengan pelet), dan berbagai penipuan atau penyimpangan lainnya.

Mungkin Anda juga pernah mendengar suatu kampanye terang-terangan atau terselubung dari kaum pria yang mengatakan bahwa jumlah pria di Indonesia itu sudah langka. Jumlah wanita itu sudah teramat banyaknya. Dengan kata lain, sudah seharusnya wanita berpoligami atau tidak kebagian suami. Begitu terus diulang-ulang di berbagai biro jodoh atau biro taaruf sehingga sebagian orang mungkin menganggapnya sebagai suatu kebenaran. Nyatanya, jumlah pria di Indonesia masih lebih banyak dari wanita. Asal tidak zonasi, jumlahnya masih cukup. Dirjen Dukcapil, Zudan Arif Fakhrulloh merinci jumlah total penduduk Indonesia per tanggal 30 Juni 2020 sebanyak 268.583.016 jiwa, dengan 135.821.768 pria dan 132.761.248 wanita.

Bila Anda belum pernah mendengarnya mungkin Anda pernah mendengar yang satu ini, yaitu saat kaum pria bercanda ingin istri yang bermacam-macam sifatnya/kelebihannya, jadi bisa merasakan istri dengan sifat yang berbeda-beda.

Apakah poligami seremeh itu? Perilaku pra-poligaminya saja buruk, perilaku selama dalam poligami pun buruk, dan entah perilaku misal ada perceraian dari poligaminya. Yang seperti itu mereka masih mengaku nyunnah, masih berani berkata tentang kesalihan. Apa pantas?

Tidak semua wanita antipati terhadap poligami. Sebagian dari mereka sekadar tidak mau dipoligami. Sebagian sisanya mungkin mau dipoligami, cuma ya jangan begitu lah caranya. Gunakan cara-cara yang baik.

Mungkin bagi sebagian pria, berbicara semacam “Wih, calon penghuni surga, nih,” itu biasa saja. Mungkin mereka belum tahu atau mungkin lupa pernah ada kisah percakapan antara 2 orang, yang satu sepertinya lebih alim/baik dan yang satunya sepertinya pernah melakukan dosa besar. Si Alim ini lalu berkata, “Kamu tidak akan masuk surga.” Ternyata Allah menegurnya dan membalik keadaan mereka, “Beraninya kamu mengatakan kalau dia tidak akan masuk surga. Aku telah mengampuninya dan aku memasukkanmu ke neraka.” Kurang lebih begitu, tetapi dengan redaksi saya sendiri. 

Atau pernahkah Anda mendengar kisah Barsisho, seorang pria yang ibadahnya ngetop banget selama ribuan tahun? Ketika malaikat mengaguminya dan menduganya sebagai calon penghuni surga, Allah menegurnya, karena malaikat tidak tahu endingnya/penilaian total dari Allah atasnya. Itu yang ibadah ngepol aja seperti itu. Lha ini malah cuma poligami bisa jadi tiket surga itu gimana ceritanya?

Surga itu adalah hak prerogatif Allah, hati-hatilah berbicara. Terkadang kita tidak bermaksud/berniat buruk tetapi ternyata Allah murka dan mencatatnya sebagai suatu keburukan. Kita tidak ingin bukan mengalami yang demikian?

19 April 2021

Review Buku "The Magic Question"


Buku "The Magic Question" ini menarik dan luar biasa. Pembuatannya terinspirasi dari seminar Tony Robins. 

Cara kerjanya unik, tetapi berhubungan dengan NLP, neurosains, psikologi, dan fisika kuantum.

Dengan menerapkannya, penulisnya, Bart A Baggett, berhasil mendapatkan hal-hal yang diinginkannya melalui jalur khusus, yang mudah, tetapi tidak curang. Bahkan, seringkali tanpa biaya.

Metode yang digunakan di dalam buku ini bekerja berdasarkan cara kerja otak, yaitu dengan melatih otak untuk melihat hal-hal yang positif, berfokus pada solusi, dan membuat pertanyaan yang lebih baik. Karena ternyata pikiran dan niat kita bisa benar-benar mengubah materi fisik. Kita tinggal berfokus pada apa yang kita inginkan.

Magic Question ini bekerja pada sistem otak yang dinamakan RAS (Reticular Activating System). Metode ini diklaim oleh penulisnya lebih efektif daripada papan impian, visualisasi, afirmasi, atau perencanaan tujuan.

Ngomong-ngomong soal pertanyaan yang lebih baik, aku jadi ingat buku lain berjudul "Resep Cepat Kaya". Di situ tertulis, salah satu resepnya adalah dengan mengajukan pertanyaan yang lebih baik. Aku jadi lebih paham maksudnya setelah membaca buku ini.

Buku ini menggunakan pendekatan yang unik, berisi permainan-permainan juga, plus bahasanya sangat friendly dan enak cara menulisnya. Alurnya itu enak. Begitupun kesatuan dan koherensinya itu dapet banget. Mulus dan lancar jaya. 

Tak lupa diberi cara-cara menulis pertanyaan yang tepat dan contoh-contoh pertanyaannya.

Nih buku keren banget pokoknya. Baca sendiri aja deh.

18 April 2021

Review Buku "It's Not Me, It's You"


Ini adalah buku tentang cinta, asmara, atau relationship. Buku ini ditulis oleh Patrick King, seorang dating coach. Namun, aku tidak tahu dia dating coach untuk pria, wanita, atau kedua gender.

Nah, sesuai judulnya, buku ini isinya sesuatu yang dianggap kebenaran oleh penulisnya. Jadi, bukan berisi teknik-teknik untuk ngedapetin inceranmu. Isinya adalah perbaikan persepsi, perspektif, atau keyakinan (belief) dari para jomblowan-jomblowati yang bikin mereka susah dapat jodoh ideal mereka. Banyak orang menyimpan pikiran atau belief yang merusak atau tidak menguntungkan bagi hubungan dan itu harus dibetulkan dulu agar hubungannya lebih sehat dan lebih baik, misalnya konsep adanya "the one" yang ternyata salah.

Sebagai buku yang ditulis oleh cowok, cukup terasa bahwa dia berusaha berimbang dan nggak berat sebelah. Ada effort ke arah sana gitu, walaupun hasilnya ya entahlah proporsional dan berimbang beneran apa nggak. Setidaknya, mending daripada sebuah buku lain yang juga ditulis pria, yang pernah kubaca. Gaya bahasanya pun lumayan, tidak agresif, tidak kasar atau meledak-ledak, dan nggak se-nyebelin yang melulu tentang menyervis cowok. Lumayan ramah untuk dibaca cewek sebagai pemilik jenis kelamin yang berbeda. 

Membaca ini membuatku sedikit punya gambaran tentang pikiran/perasaan cowok yang disampaikan dengan netral bin woles, nggak seperti bahasa cowok-cowok yang nggak kesampaian cintanya lalu marah-marah dan ngomel-ngomel nggak jelas. Meskipun kata "cowok" terlalu umum, setidaknya penulisnya adalah salah satu manusia berjenis kelamin cowok.

Buku ini disusun dengan lumayan enak, terdiri dari beberapa bahasan pendek yang bisa dibaca tanpa harus urut.

Agak unik memang, di saat buku-buku relationship lain membahas sisi "do"/"action"/kesuksesan PDKT-nya, buku ini malah membahas sisi otak (belief)-nya, memaparkan kondisi kedua gender itu kira-kira seperti apa, dan mengajak mereka untuk lebih pengertian atau berempati terhadap satu sama lain.


17 April 2021

Review Buku "Get Momentum"


Tak banyak yang bisa kukatakan mengenai buku ini. Buku ini bagus, tetapi isinya tidak baru. Secara garis besar b. aja seperti buku-buku pengembangan diri lainnya. Cuma cara menulisnya yang beda-beda dan ada modifikasi sedikit pada strateginya.

Menurutku, buku ini cocok untuk kamu yang setengah terencana: nggak bebas banget tetapi juga nggak detail banget rencananya. Rencananya global aja tetapi tetap terstruktur dan bisa membuatmu fokus. Ini bukan tipe semacam kamu bikin rencana tahunan, trus dipecah jadi bulanan, trus dipecah jadi mingguan, dipecah lagi jadi harian lalu jam-jaman. Nggak kayak gitu. Lebih simpel kok.

Kalau kamu tipe orang seperti yang kumaksud, coba aja baca buku ini.

15 April 2021

Review Buku "The Compound Effect"


The Compound Effect adalah buku karya Darren Hardy. Di cover buku yang saya baca sih nggak tertulis best seller, terjual sekian copy, dsb tetapi beberapa pembaca dari luar negeri/bule merekomendasikannya.

Darren Hardy itu praktisi, jadi dirinya sendiri menjadi bukti kesuksesan metodenya. Namun, buku ini lebih kaya dari itu karena selain ditulis berdasarkan pengalaman pribadinya, dia juga mengambil sumber dari interview orang-orang sukses lainnya, CD, dan lain-lain. Selain itu, dia juga menguraikan cara dia menerapkannya serta cara-cara modifikasi yang dilakukan oleh orang lain yang telah disesuaikan dengan diri mereka masing-masing.

Penulis nggak saklek pembaca harus menerapkan persis dia sepenuhnya. Dia cuma menginspirasi dan menunjukkan bahwa dia menggunakan cara "ini" dan cara "ini" bekerja dengan baik untuk dia.

Kalau kamu suka baca buku pengembangan diri, ya nggak jauh beda sih. Seperti modifikasi saja. Kamu akan tau orang-orang semacam Darren ini sangat terencana. 

Compound Effect itu tentang kumpulan efek dari hal-hal kecil yang dilakukan secara konsisten. Kalau hal kecilnya positif, maka efek jangka panjangnya akan positif; begitupun sebaliknya. Itu baru 1 hal "kecil"/yang kita anggap remeh. Bayangkan kalau hal-hal "kecil" yang negatif itu banyak, efek negatifnya tentu semakin besar.

Buku ini ditulis dengan gaya bahasa dan cara menulis/urut-urutan yang lumayan enak, jadi bacanya juga lumayan enak. Cuma font dan layout-nya nggak begitu enak dibaca. 

Di sini itu lumayan banyak contoh penerapan atau modifikasinya. Saat baca kamu mungkin akan kepikiran cara yang mungkin cocok untuk dirimu sendiri, tetapi misal kamu mau nyontoh persis step by step-nya juga sudah jelas banget.

Di bagian akhir tak lupa penulis mengingatkan untuk action/praktek. 

Meskipun buku-buku semacam ini isinya mirip-mirip, kamu bisa coba dan tentukan metode mana yang paling tepat buatmu.

Sebagai tambahan, Darren Hardy ini sepertinya Family Man juga lho. Jadi, urusan kerjaan dan pasangan/keluarga sama okenya. Mungkin cocok buat kamu yang cari role model orang sukses yang seimbang antara karir dan keluarganya. Tinggal baca buku ini atau kenali penulisnya lebih jauh.