Apa
jadinya jika surga hanya seharga poligami? Barangkali para wanita akan
berbondong-bondong bersedia dipoligami, sementara para pria bersorak
kegirangan. Meskipun tidak enak-enak banget atau tidak enak sama sekali, tetapi
kalau tiket surga hanya poligami, ya kenapa tidak? Tidak perlu susah-susah
melakukan ibadah lain, tidak perlu takut dosa, tidak perlu mampir dulu ke
neraka, bahkan tidak perlu mencicipi siksaan-siksaan dulu. Dosa kita langsung
nol. Otomatis. Poligami mah jadi keciiil. Enteng.
Memang
ada yang bilang begitu? Ada. Tidak persis sih, tetapi ada dan tidak cuma
seorang. Banyak. Saya sering menjumpainya. Beberapa pria begitu berlebihan
dalam menyikapi poligami atau tepatnya berusaha mencuci otak (brainwashing)
atau memanipulasi dengan ujaran-ujaran tentang itu. Mereka bilang, “Wih, calon
penghuni surga, nih,” atau “Masya Allah, wanita salihah,” atau perkataan
serupa, “Hanya wanita yang ikhlas yang mau dipoligami.”
Tiba-tiba
saja tiket surga, kesalihan, dan keikhlasan mengalami penurunan dan penyempitan
makna menjadi tentang poligami saja. Asal wanita mau dipoligami berarti dia
salihah, berarti dia ikhlas karena mau berbagi suami, dan pasti masuk surga.
Begitu saja. Simple, bukan?
Ck...ck...ck...,
sungguh kelewatan. Terlepas dari hukum poligami sendiri yang masih menjadi
perdebatan/mengandung perbedaan pendapat di kalangan para ulama, saya pikir
tindakan pria-pria tersebut berlebihan. Hanya karena mereka ingin
berpoligami atau mengikuti pendapat sebagian ulama yang mungkin mengatakan
hukum poligami adalah wajib, bukan berarti mereka bisa berbicara seenaknya.
Surga itu mahal dan hanya bisa digapai dengan rahmat Allah. Kemudian untuk
menggapai rahmat Allah tersebut kita berikhtiar untuk menjadi hamba-Nya yang
salih/salihah, melaksanakan kebajikan dan menjauhi dosa, dan sebagainya, bukan
tinggal bersedia dipoligami lantas otomatis salihah dan menjadi calon penghuni
surga.
Kita
harus sangat berhati-hati berbicara tentang poligami karena Islam sangat
disorot terkait poligaminya (diolok-olok), meskipun sebenarnya poligami
bukanlah monopoli Islam. Orang selain Islam juga berpoligami. Malahan, Islam
hanya membatasi jumlahnya. Betul bahwa poligami itu ada dan dibolehkan di dalam
Islam. Betul pula bahwa Rasulullah itu berpoligami. Akan tetapi,
poligami-poligami yang ada sekarang ini telah banyak diselewengkan oleh
pelakunya dan oleh orang-orang tertentu. Hal ini tentu akan berakibat buruk
bagi wanita, bagi citra Rasulullah, dan bagi Islam itu sendiri.
Poligami-poligami yang ada tidak lagi mendatangkan kebaikan atau keharmonisan,
melainkan celaan, cibiran, perceraian, dan lain-lain.
Mereka
yang berpoligami biasanya berdalih kesalihan, meskipun tidak selalu. Ada juga
yang berdalih penyakit atau lainnya. Mereka yang berdalih kesalihan biasanya
mencitrakan dirinya salih atau mencitrakan bahwa wanita yang mau dipoligami itu
salihah. Terkadang bahkan ada yang seperti bilang, “Kamu dosa lho kalau tidak
mau dipoligami.” Anehnya, di antara berbagai kewajiban atau sunah, yang
ditonjolkan malah poligaminya. Tidak jelas apakah mereka melaksanakan juga
kewajiban-kewajiban dan sunah-sunah yang lain dan apakah mereka melaksanakan
kebajikan-kebajikan dan menjauhi dosa-dosa. Apakah pendekatan mereka terhadap
calon-calon pasangan poligaminya itu benar? Dan apakah ketika mereka mencari
calon itu mereka mengutamakan kesalihannya? Atau malah mengutamakan
kecantikannya, keseksiannya, kekayaannya, atau lainnya? Mari kita amati lebih
saksama.
Poligami-poligami
yang ada saat ini itu begitu anehnya. Banyak penyimpangannya. Ada yang
memalsukan statusnya dengan mengaku perjaka atau duda, ada yang untuk
gaya-gayaan saja (merasa super/hebat karena mampu menikahi banyak wanita), ada
yang masih kecil sudah mempoligami, ada yang sering berbohong, ada yang tidak
mengurusi istri-istri dan anak-anaknya dengan baik, ada yang menganggap
poligami itu tren sehingga dia ikut-ikutan, ada yang miskin tetapi berpoligami,
ada yang berpoligami untuk s*ks dan mengeruk harta istri-istri kayanya (dengan
pelet), dan berbagai penipuan atau penyimpangan lainnya.
Mungkin
Anda juga pernah mendengar suatu kampanye terang-terangan atau terselubung dari
kaum pria yang mengatakan bahwa jumlah pria di Indonesia itu sudah langka.
Jumlah wanita itu sudah teramat banyaknya. Dengan kata lain, sudah seharusnya wanita
berpoligami atau tidak kebagian suami. Begitu terus diulang-ulang di berbagai
biro jodoh atau biro taaruf sehingga sebagian orang mungkin menganggapnya
sebagai suatu kebenaran. Nyatanya, jumlah pria di Indonesia masih lebih banyak
dari wanita. Asal tidak zonasi, jumlahnya masih cukup. Dirjen Dukcapil, Zudan
Arif Fakhrulloh merinci jumlah total penduduk Indonesia per tanggal 30 Juni
2020 sebanyak 268.583.016 jiwa, dengan 135.821.768 pria dan 132.761.248 wanita.
Bila
Anda belum pernah mendengarnya mungkin Anda pernah mendengar yang satu ini,
yaitu saat kaum pria bercanda ingin istri yang bermacam-macam
sifatnya/kelebihannya, jadi bisa merasakan istri dengan sifat yang
berbeda-beda.
Apakah
poligami seremeh itu? Perilaku pra-poligaminya saja buruk, perilaku selama
dalam poligami pun buruk, dan entah perilaku misal ada perceraian dari
poligaminya. Yang seperti itu mereka masih mengaku nyunnah, masih berani
berkata tentang kesalihan. Apa pantas?
Tidak
semua wanita antipati terhadap poligami. Sebagian dari mereka sekadar tidak mau
dipoligami. Sebagian sisanya mungkin mau dipoligami, cuma ya jangan begitu lah
caranya. Gunakan cara-cara yang baik.
Mungkin
bagi sebagian pria, berbicara semacam “Wih, calon penghuni surga, nih,” itu
biasa saja. Mungkin mereka belum tahu atau mungkin lupa pernah ada kisah
percakapan antara 2 orang, yang satu sepertinya lebih alim/baik dan yang
satunya sepertinya pernah melakukan dosa besar. Si Alim ini lalu berkata, “Kamu
tidak akan masuk surga.” Ternyata Allah menegurnya dan membalik keadaan mereka,
“Beraninya kamu mengatakan kalau dia tidak akan masuk surga. Aku telah
mengampuninya dan aku memasukkanmu ke neraka.” Kurang lebih begitu, tetapi
dengan redaksi saya sendiri.
Atau pernahkah Anda mendengar kisah Barsisho, seorang pria yang ibadahnya ngetop banget selama ribuan tahun? Ketika malaikat mengaguminya dan menduganya sebagai calon penghuni surga, Allah menegurnya, karena malaikat tidak tahu endingnya/penilaian total dari Allah atasnya. Itu yang ibadah ngepol aja seperti itu. Lha ini malah cuma poligami bisa jadi tiket surga itu gimana ceritanya?
Surga itu adalah hak prerogatif Allah,
hati-hatilah berbicara. Terkadang kita tidak bermaksud/berniat buruk tetapi
ternyata Allah murka dan mencatatnya sebagai suatu keburukan. Kita tidak ingin bukan
mengalami yang demikian?