30 Oktober 2020
Keluarga: Tempat Memberi yang Terburuk, Mengharap yang Terindah
Berdamai dengan Alam Lain
Sebagai makhluk dari alam yang berbeda, tanpa sadar manusia sering menyakiti jin. Selain karena jin memang tak dapat dilihat oleh manusia, manusia tersebut memang kurang ilmunya. Meskipun perkabaran mengenai jin sebagian telah diungkap dalam Al Quran atau hadits, tetapi masih ada saja yang belum tahu atau tidak mau mengambil pelajaran.
Sulit memang. Kadang-kadang kita hanya menebang pohon (misal bambu atau randu), eh ternyata jinnya marah. Kadang juga hanya berfoto selfie (swafoto) dengan naik ke atas batu besar, eh ternyata di sana ada jin yang sedang semedi. Bahkan, hanya dengan membakar rumput atau BAK di WC juga bisa diganggu jin.
Gangguan dari jin tersebut bisa berupa macam-macam, misalnya:
1. Kesurupan,
2. Gatal-gatal yang sulit sembuh,
3. Perceraian,
4. Susah jodoh,
5. Step/kejang-kejang, serta
6. Keguguran.
Untuk menghindarinya, jauhi larangan-larangan ini:
1. Membuang air panas sembarangan, misalnya air rebusan mie.
Membuang air panas ke wastafel, WC, selokan, dll berisiko menyakiti/membunuh jin di dalamnya serta hewan lain, misalnya semut.
Lebih baik campur air panas dengan air dingin dulu agar hangat, atau biarkan air panasnya dingin dulu baru dibuang.
2. Melempar sampah sembarangan
Konon ada jin yang berhubungan dengan ini, namanya jin jurig jarian.
3. Kencing sembarangan, misalnya mengencingi tulang atau lubang di tanah.
Lubang di tanah tidak boleh dimasuki air, apalagi dikencingi, ditutup, atau dicolok-colok, terutama lubang sarang ular.
Tidak dijelaskan lebih lanjut mengapa lubang tanah berhubungan dengan jin. Yang pasti, selain jin, lubang di tanah juga rumah hewan, seperti semut, yuyu, tikus, jangkrik, rayap, dan kelinci.
Karena kita tak tahu pasti aktivitas apa saja yang mengganggu atau mencelakai jin, maka sebaiknya setiap hendak melakukan apa pun minimal bacalah selalu taawudz (Audzubillahiminasysyaithaanirrajiim) dan basmalah (Bismillaahirrahmaanirrahiim). Apalagi, membaca basmalah tiap hendak melakukan sesuatu itu akan membuat aktivitas kita menjadi dirahmati Allah.
Tak semua jin itu jahat, ada jin yang baik, ada pula jin muslim. Mereka tidak mengganggu tetapi tinggal di tempat kita, alamnya saja yang beda.
Sudah banyak manusia yang sakit atau mati gara-gara balas dendam jin atas perbuatannya. Jangan sampai keburukan yang sama menimpa Anda.
Berhati-hatilah agar kita tidak menyakitinya atau mencari gara-gara, walaupun tanpa sengaja.
29 Oktober 2020
Setitik Cahaya di Ujung Sana
Di dunia ini, teori terkadang hanyalah teori. Sementara pendapat setiap orang sering kali hanyalah sebatas kacamata orang itu sendiri: pengalamannya, pengamatannya, pengetahuannya, bahkan lingkungan orang itu sendiri. Kamu perlu memperhatikan, tetapi tetap mengujinya satu persatu mana yang bekerja untukmu.
Jangan percaya kalau orang berkata "Harus pakai ini agar sukses", "Kamu tidak akan sukses kalau tidak seperti ini," dan sebagainya. Yang biasanya bicaranya pun sambil kasar, menyindir, merendahkan, atau menghina.
Bertahun-tahun aku melahap buku-buku atau sumber-sumber lain, ada banyak sekali variasi aturan dan cara untuk menuju ke suatu tujuan. Tidak satu, banyak. Dan meski kadang aneh atau dipertentangkan nyatanya mereka itu bisa sukses dengan caranya masing-masing.
Biasanya, akan ada perkecualian. Dan jangan lupa, di atas segalanya ada Tuhan, yang tinggal berkata "Kun" maka jadilah dia (terwujud harapannya). Dan masih ada Tuhan yang malu jika tidak mengabulkan doa hamba yang meminta kepada-Nya.
Bila impianmu tinggi, tak serta merta dianggap tingginya sama oleh orang lain. Mereka yang tidak melihat dari kacamatamu sering kali menganggapnya terlalu tinggi, bahkan mustahil. Sementara orang lain sebaliknya, menganggap impianmu sama tinggi dengan mereka atau bahkan biasa saja/lebih rendah.
Mereka semua mempengaruhimu sehingga kamu mengalami distraksi/gangguan dan mungkin mulai mempertanyakan diri.
Terdapat 2 hal utama terkait mimpi yang dianggap tinggi:
1. Seberapa keras usahamu,
2. Seberapa cerdik kamu.
Barangkali ada opsi ke-3, yaitu seberapa beruntung kamu. Itu karena kadang-kadang orang lain tidak melihat usaha kita di belakang layar. Tentu saja, selalu berusahalah untuk melibatkan Tuhan.
Di sini, aku tak melulu bicara tentang kesabaran, kegigihan, konsistensi (perseverance/grit), karena memang ada hal lain yang juga berpengaruh, misalnya mendapatkan guru/ilmu pengetahuan yang tepat/cocok (bisa melalui media apa saja) dan yang tak kalah pentingnya adalah evaluasi dan kemampuan untuk berbeda dan kemampuan untuk bangkit kembali dan bertahan sampai akhir (pantang menyerah).
Hari ini kutuliskan ini di blogku karena aku seperti mendapatkan sesuatu yang baru: harapan baru, hasil yang baru, ledakan kemajuan dari momen yang bertahun-tahun seperti stuck, dan intinya aku ingin berbagi pengalaman hidup bahwa kamu harus hati-hati dengan belief-mu, harus hati-hati memilih teori atau pendapat yang kamu ikuti, dan apa-apa yang kamu indera.
Perjalananku sangat panjang dan melelahkan. Bila kudeskripsikan dengan lebay itu laksana kamu berjalan tak tentu arah, hanya berbekal tujuanmu, dan di sepanjang jalan kamu dilempari batu dan t*i, menginjak duri, diolok-olok dan dinyinyiri, bahkan dihina-hina, dikatakan mustahil terwujud, dipingpong, disebut hanya pantas dapat yang buruk, dan lain-lain.
Aku ingin kamu lebih percaya pada Allah dan pada dirimu sendiri untuk mewujudkan mimpimu. Mencari cara-cara dan orang-orang yang tepat untuk membantumu, gagal dengan lebih baik dari waktu ke waktu. Seperti kata Thomas Alva Edison, kamu itu tidak gagal, kamu hanya menemukan cara yang tidak berhasil tetapi semakin mendekatkanmu pada tujuan.
Tidak ada yang sulit bagi Allah.
Sering kali, pendapat dan pemikiran orang lain adalah tentang diri mereka sendiri.
Semoga apa yang kudapat hari ini semakin ber-progress, sesuai harapan atau lebih baik dari harapan. Dan semoga kalian semua mampu menjaga harapan dan menemukan jalan menuju impian.
Milikilah harapan walaupun kecil, sehingga kamu tidak akan b*nuh diri di dunia yang pahit dan memang melelahkan ini.
27 Oktober 2020
Tubuhmu Milik Siapa?
Tubuhmu milik siapa?
Jika kamu tanyakan pada banyak orang, jawabannya pasti beda-beda. Namun, siapa yang mengira jika salah menjawabnya bisa fatal, bahkan bisa berujung kematian.
Saya tuliskan saja ya 4 jawaban/pernyataan ter-umum:
1. Milik orangtuanya/ibunya
Terutama pria, disebut-sebut milik ibunya.
Orangtua merasa memiliki kita karena telah mengandung atau merawat kita. Akan tetapi, benarkah demikian?
Wrong.
Penghormatan walaupun sangat besar tetap tidak mengubahnya menjadi kepemilikan. Malahan, hubungan semacam ini sering juga dijadikan dalih/modus bagi pria yang sebenarnya anak mama atau memiliki hubungan tidak sehat dengan ibunya. Ibu (ortunya) bisa sangat ikut campur dalam hidup dan pernikahan/rumah tangga anaknya secara berlebihan.
Kalau kamu milik ortu/ibumu, maka kamu berada dalam kendali/kontrol ortu/ibu, yang artinya juga kamu bisa diapa-apain sesuka mereka.
Para ustadz sering berlebihan dalam hal ini, terutama dalam konteks jodoh. Saya pernah mengingatkan salah satunya, tetapi mereka (entah dia entah admin yang menjawab di grup itu) menolak.
Itu fatal banget karena banyak ayat dengan tegas mengatakan bahwa semuanya itu milik Allah.
Contoh ayat-ayatnya bisa dibaca di web ini:
https://khotbahjumat.com/4886-kepunyaan-allah-lah-langit-dan-bumi.html
2. Milik pasangan/suami
Lagi-lagi masih terkait urusan asmara.
Para muslimah dijejali paham bahwa istri itu milik suami, sedangkan suami itu milik ibunya.
Jawaban perihal ini pernah dijelaskan dengan baik oleh motivator Indonesia, Mario Teguh, dalam acara Golden Ways-nya. Kalau milik kita, itu artinya bebas kita apa-apain.
Pernah dengar kata pasangan posesif? Ya itu karena merasa memiliki. Makanya ada suami yang menampar, memukul, mengekang, atau memperlakukan seenaknya itu karena dia merasa memiliki.
Jadi, masih meyakini istri milik suami?
3. Milik majikan
Ini juga sering kan kita jumpai. Majikan merasa memiliki pekerjanya karena merasa telah menggaji mereka. Tak heran jika ada cerita ART disiram air panas, disetrika, pekerja disiksa, dan lain-lain.
Ketiga hal di atas salah karena jika kita milik orang lain, orang lain itu tidak perlu melakukan apa pun terhadap kita. Tapi kita tidak, kan? Kita juga punya hak dari orang lain: suami, ortu/ibu, majikan, dll, yang kalau dibalik suami, ortu/ibu, majikan, atau orang lain juga punya kewajiban kepada kita.
Lalu bagaimana? Apakah kita milik diri sendiri?
4. Milik diri sendiri
Keyakinan ini juga populer. Bahkan, makin disosialisasikan sepertinya.
Akan tetapi, tahukah kamu kalau keyakinan ini juga fatal?
Ia berhubungan erat dengan berbagai hal/dosa, seperti:
a. Keperawanan,
b. Seks bebas,
c. Foto bugil atau tindakan menampakkan aurat,
d. Operasi plastik (Oplas),
e. Ganti kelamin,
f. Lgbt,
g. Tato
h. Miras dan narkoba
i. Tindik/piercing
j. Makan/minum berlebihan
k. Makan minum yg haram
l. Over kerja tanpa istirahat
j. Over ibadah
k. Over nges*ks, dll.
Apa pun bisa dan boleh kita lakukan pada diri sendiri karena merasa tubuh dan diri kita itu milik kita
Tindakan menyakiti diri, merusak diri, mempermalukan diri, membahayakan diri, dll juga bebas kita lakukan karena merasa milik kita sendiri.
Dan tahukah kamu, di mana pernyataan otoritas terhadap diri sendiri itu banyak ditemukan?
1. Dalam konteks kep*rawanan
Artinya, terserah kamu mo nges*ks walo belum nikah asal tau konsekuensinya. Wong itu tubuh2mu sendiri. Itu paham yang dianut oleh mereka yang mungkin sudah tidak p*rawan alias menganut s*ks bebas atau minimal pendukungnya, walau bukan pelakunya.
2. Kata-kata itu diajarkan di sekolah khusus untuk menjadi bad boy, sebuah reframing untuk menaklukkan wanita korbannya. Jadi, ada ya "sekolah"-nya. Dan namanya bad boy tujuannya ya pasti selangkangan alias ngajak t*dur.
3. Hayo tebak di mana lagi?
Kata-kata itu digunakan oleh wanita-wanita yang berfoto b*gil dengan alasan meningkatkan rasa PD karena sepertinya mengalami body shaming. Atau mungkin juga tidak body shaming tetapi orangnya saja yang tidak PD dengan tubuhnya. Jadi mereka foto polos rame-rame (secara terpisah) untuk dikagumi body-nya apa adanya.
Dari sini kamu tahu kan, bahaya banget kalau menganggap tubuh kita sendiri itu milik orang lain atau bahkan milik kita.
Kita itu tak punya apa-apa, semua hanya titipan.
Diri kita termasuk tubuh kita itu milik Allah.
Bukan milik pasangan, bukan milik ortu, juga bukan milik kita sendiri.
Milik Allah. Artinya harus tunduk pada aturan-aturan Allah.
Jangan salah lagi ya. Tubuh kita itu milik Allah. Milik Allah.
Oke.
26 Oktober 2020
Ide-Ide Self Care Murah Meriah
Pada berbagai buku kutemukan, stres pada manusia mengalami tren peningkatan. Mereka berjalan semakin cepat, apa-apa seperti terburu-buru dan berlomba-lomba, dan banyak mencurahkan perhatiannya untuk bekerja. Mereka seolah berlomba untuk meraih predikat yang paling sibuk, bahkan mungkin malu kalau tidak sibuk atau merasa bersalah saat bersantai atau beristirahat.
Mungkin kamu pernah mendengar, kalau orang lama tak berkabar, pertanyaan yang terlontar biasanya adalah "Sibuk apa sekarang?"
Lalu mereka berlomba-lomba menceritakan kesibukannya yang bejibun banyaknya.
Pokoknya sibuk, entah sibuk yang produktif atau sibuk karena tidak pandai mengatur waktu.
Tidak salah sih, karena memang manusia diciptakan dengan susah payah. Sejak Nabi Adam diturunkan dari surga, ya apa-apa kita harus lebih dulu berusaha. Tapi yang kumaksud, mbok yao sibuknya itu jangan berlebihan. Tubuhmu juga punya hak untuk istirahat atau self care: istirahat fisik serta istirahat mental.
Apalagi, saat pandemi Corona begini, banyak orang makin stres. Jadi, kebutuhan untuk self care juga meningkat. Yang gratis atau murah meriah terutama, karena kantong-kantong mereka banyak yang sedang krismon atau gersang.
Kita butuh, butuh banget pengendalian diri agar tetap "waras".
Yuk, intip ide-ide self care gratis atau hemat biaya ala aku berikut ini:
1. Memasak makanan murah,
2. Berkebun,
3. Membuat puisi,
4. Menulis,
5. Menggambar,
6. Mewarnai,
7. Dansa/menari,
8. Senam,
9. Berlatih bela diri,
10. Jogging,
11. Bersepeda,
12. Off sosmed (puasa medsosan)
13. Kreasi make up,
14. Merapikan barang/ruangan (bersih-bersih),
15. Bermain game,
16. Kreasi minuman (jus, sirup, dan sebagainya),
17. Tidur,
18. Mengaji,
19. Membaca buku,
20. Me time (menyendiri),
21. Perawatan tubuh (luluran atau lainnya),
22. Ikut kajian/ke masjid,
23. Positif self talk,
24. Menulis 5 hal yang disyukuri tiap hari,
25. Hindari toxic people (orang-orang toksik/beracun),
26. Minum teh relaksasi dan lain-lain,
27. Menonton film, motivasi, komedi/tayangan lucu, dan sebagainya,
28. Tidak membandingkan diri dengan orang lain,
29. Menjahit,
30. Mengelilingi diri dengan hal-hal baik dan indah,
31. Duduk-duduk di taman/tempat indah/bersama orang dekat,
32. Mendekorasi kamar,
33. Fotografi/memotret,
34. Makan es krim,
35. Tertawa,
36. Menangis,
37. Menulis diary,
38. Pergi ke luar,
39. Menonton bioskop sendiri,
40. Rekreasi sendiri,
41. Membuat kerajinan tangan,
42. Menetapkan hari khusus ibadah,
43. Menghubungi/menghabiskan waktu bersama orang-orang yang menyenangkan,
44. Berbelanja secara terukur,
45. Bermain bersama hewan peliharaan,
46. Berolahraga, dan lain-lain.
Ada banyak hal menarik di dunia ini, daftar di atas hanyalah untuk inspirasi. Setiap orang itu unik. Jadi, mereka perlu menemukan apa yang sekiranya bekerja untuk dirinya sendiri.
Bekerja itu perlu, tetapi tanpa beristirahat atau self care yang cukup kita bisa bosan, menurun produktivitasnya, bahkan sakit atau meninggal.
Yuk, self care dulu! Nanti baru kerja lagi.
24 Oktober 2020
Alternatif Pendapatan Online bagi Blogger yang Perlu Diwaspadai
Manfaat Salam Ala Islam dalam Online Dating
21 Oktober 2020
Waspadai Saran Seperti Ini Saat Kamu Mencoba Kosmetik atau Obat-Obatan
Saya menemukan hal ini berulang kali. Banyak orang sudah menjadi korban. Saya sendiri pun pernah mengalaminya. Namun, karena pada dasarnya saya pemikir, hal itu menyisakan rasa skeptis di hati. Bahkan, saya cenderung menolak, meskipun "saran" itu dijejalkan dengan pemaksaan, hinaan, dan terkadang menyangkut pautkan dengan agama. Kalau sudah menyangkut agama maka jatuhnya nggak akan jauh-jauh dari "Kamu dosa, kamu buruk, kamu salah, kamu menyimpang dari agama", dan semacamnya, termasuk "Kamu bodoh" tentunya, karena disampaikan dengan tawa mengejek dan body language serta tone yang mendukung ke sana.
Jadi gini, jika kita sudah berhubungan dengan obat-obatan dan produk kecantikan kita akan sering menemukan orang (terutama penjual or salesnya dong) bilang "Gak pa pa Mbak/Mas, reaksi awalnya memang gitu, diteruskan aja nanti lama-lama kan (kelihatan hasilnya, misalnya wajah jadi glowing)". Padahal, yang punya muka udah gatel-gatel, udah jerawatan di mana-mana, udah tubuh gak enak banget habis minum obatnya, dan lain-lain tapi disuruh nerusin. Mo nunggu ancur banget apa baru berhenti? Nunggu mati dulu?
Trus ada juga namanya invalidasi. Kita itu gak cocok dengan produknya tapi salesnya itu bilang "Ah, nggak mungkin, orang lain semua cocok kok." Seolah kita atau wajah dan badan kita itu bohong. Tentu saja untuk menyelamatkan mukanya dari rasa malu. Ya namanya kondisi orang beda-beda ya, nggak bisa disama-samain. Apalagi misal kasusnya alergi obat gitu dipaksa terus diminum, waduh dah nggak tau deh errornya kayak apa itu yang minum jadinya.
Saya masih sering menemukan ini di marketplace atau komen-komen di review produk gitu banyak orang meyakininya/ketipu.
Jangan ya. Sayangi dirimu. Percayai efek yang dirasakan oleh wajah dan tubuhmu. Percayai sinyal-sinyal tubuhmu sendiri. Percayai dirimu. Jangan sampai udah nggak cocok tapi kamu malah nambah, beli lagi kosmetik atau obatnya. Itu sangat berisiko dan kamu yang akan nanggung sendiri akibatnya. Yang ngomong mah biasanya tinggal ngeles aja.
Lain kali kamu ketemu kayak gitu lagi, ingat-ingat tulisan saya ini.
15 Oktober 2020
Beda Situs Kencan Indonesia dan Bule
14 Oktober 2020
Rumah Sakit Terancam Penuh karena Corona, Terapkan Cara Berwick Ini
Kasus positif Covid 19 di Indonesia menunjukkan tren peningkatan, dari total 203.342 orang pada 9 September 2020 menjadi 344.749 pada 14 Oktober 2020.
Tren peningkatan ini sempat menyebabkan masyarakat di 6 kabupaten/kota di Jawa Timur kembali ada di zona merah, 26 kabupaten/kota ada di zona oranye, 6 kabupaten/kota ada di zona kuning, serta tak satu pun kabupaten/kota yang ada di zona hijau.
Di Jakarta, masyarakatnya pun mengalami hal serupa. Gubernur Jakarta Anies Baswedan bahkan sampai mencemaskan memburuknya kasus Covid di Jakarta kini dibandingkan saat awal munculnya kasus Covid di Indonesia. Untuk menekannya, Anies terpaksa menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar penuh di Jakarta, sekaligus mewajibkan seluruh perkantoran di sana untuk bekerja penuh dari rumah (yang sempat menjadi polemik/dihebohkan).
Masyarakat resah, begitu pun 59 pemimpin negara lain sampai ikut menolak warga Indonesia datang ke negara mereka. Namun, hingga kini masih sulit untuk mengharapkan masyarakat Indonesia mengubah gaya hidupnya. Masih banyak dari mereka yang mengabaikan protokol kesehatan. Padahal, semua orang telah lelah, terutama para tenaga kesehatan. Sudah 10 bulan sejak pemerintah Cina mengumumkan munculnya Covid 19 di Wuhan Desember lalu, kehidupan kita baru mencapai tahap new normal. Hanya sebagian orang yang bisa menyikapinya secara positif, meskipun di antara mereka yang positif tadi pun masih ada yang sangsi akan keberadaan virus Corona.
Mengingat semakin sulitnya kita mengandalkan perubahan gaya hidup untuk mengatasi virus ini, masyarakat jadi semakin berharap pada vaksin. Mereka menganggap penemuan vaksin dapat segera mengakhiri kasus Corona di dunia. Alhasil, banyak negara berlomba menjadi penemu pertama vaksin Corona.
Namun, jangan lupa, penerapan vaksin masih menuai pro dan kontra. Sebagian masyarakat tetap akan menolak vaksin meskipun vaksin tersebut benar-benar ampuh sekalipun. Apalagi, baru-baru ini relawan yang bekerja untuk AstraZaneca dan Universitas Oxford telah didiagnosis mengalami myelitis transversal akibat vaksin yang diujikan padanya. Hal ini tentu akan membuat mereka tetap memiliki alasan kuat untuk menolaknya.
Kita membutuhkan solusi pendukung, selain penerapan protokol kesehatan dan vaksin. Jika tidak, para tenaga kesehatan akan semakin banyak yang tumbang. Begitu pun rumah sakit, akan semakin kewalahan. Untuk itu, kita bisa meniru cara Donald Berwick. Dikutip dari buku Switch, Berwick, seorang dokter dan CEO dari Institute for Healthcare Improvement (IHI) telah berhasil mengubah wajah perawatan kesehatan. Pada 2004, Berwick, memiliki beberapa ide untuk menyelamatkan sejumlah besar nyawa. Para peneliti di IHI telah menemukan bahwa tingkat "cacat" dalam perawatan kesehatan sebesar 10%. Kerusakan ini sangat tinggi, banyak industri lain telah berhasil mencapai kinerja pada tingkat kesalahan 0,1% (dan seringkali jauh lebih baik).
Berwick tahu bahwa tingginya kecacatan medis artinya puluhan ribu pasien meninggal sia-sia tiap tahunnya. Namun, ia tak punya otoritas untuk memaksa perubahan apa pun di industri, sementara IHI hanya punya 75 karyawan. Lantas, apa tindakan Berwick untuk mengubah semua itu?
Pertama, dalam pidatonya 14 Desember 2004, Berwick menetapkan target, maksimal 14 Juni 2006 pukul 9 pagi-18 bulan dari hari itu mereka harus sudah menyelamatkan 100 ribu nyawa.
Ke dua, Berwick memotivasi dan membuat para pendengarnya merasa perlu untuk berubah. Banyak di antara hadirin yang sudah mengetahui faktanya, tetapi mengetahui saja tak cukup. Jadi, Berwick membawa serta ketua Asosiasi Rumah Sakit Negara Bagian Carolina Utara dan ibu dari gadis yang terbunuh akibat kesalahan medis untuk ikut berpidato di sana. Selain itu, Berwick juga berhati-hati dalam memotivasi orang yang tak hadir di sana. Dia tidak menantang orang untuk "merombak pengobatan", tetapi untuk menyelamatkan 100 ribu nyawa.
Ke tiga, Berwick membentuk “jalan”. Dia mempermudah rumah sakit untuk menerima perubahan, di antaranya dengan membuat formulir pendaftaran satu halaman, petunjuk langkah demi langkah, pelatihan, kelompok pendukung, dan mentor. Dia sedang merancang lingkungan yang memungkinkan administrator rumah sakit untuk melakukan reformasi. Berwick juga tahu bahwa perilaku itu menular. Dia menggunakan tekanan teman sebaya untuk membujuk rumah sakit agar bergabung dalam kampanye. (Rumah sakit saingan Anda baru saja mendaftar untuk membantu menyelamatkan 100 ribu nyawa. Apakah Anda benar-benar ingin mereka bermoral tinggi?).
IHI sendiri pun mengusulkan 6 intervensi spesifik untuk menyelamatkan nyawa, misalnya meminta rumah sakit mengadopsi serangkaian prosedur yang terbukti untuk menangani pasien dengan ventilator, untuk mencegah mereka terkena pneumonia, penyebab umum kematian yang sia-sia. (misalnya meminta kepala pasien diangkat 30-45 derajat untuk mencegah sekresi mulut masuk ke tenggorokan).
IHI memudahkan rumah sakit untuk bergabung, dengan hanya menggunakan formulir satu halaman yang ditandatangani CEO rumah sakit. Dua bulan setelah pidato Berwick, lebih dari seribu rumah sakit telah mendaftar, tim IHI membantu rumah sakit tersebut menerima intervensi baru. Anggota tim menyediakan penelitian, panduan instruksi langkah demi langkah, dan pelatihan. Mereka mengatur panggilan konferensi bagi para pemimpin rumah sakit untuk berbagi kemenangan dan perjuangan satu sama lain. Selain itu, mereka juga mendorong rumah sakit dengan kesuksesan awal untuk menjadi "mentor" bagi rumah sakit yang baru saja ikut kampanye.
Meskipun banyak dokter jengkel dengan prosedur baru yang mereka anggap menyesakkan, tetapi rumah sakit yang mengadopsi menunjukkan sukses besar, sehingga mereka menarik lebih banyak rumah sakit untuk bergabung dalam kampanye itu.
Hasilnya, 18 bulan kemudian, tepat pada 14 Juni 2006 pukul 9 pagi, Don Berwick dan tim IHI telah berhasil meyakinkan ribuan rumah sakit untuk mengubah perilaku mereka, dan secara kolektif, mereka telah menyelamatkan 122.300 nyawa.
Strategi ini menarik. Kita dapat mengadopsinya untuk mengantisipasi penuhnya rumah sakit akibat membludaknya pasien Corona.
13 Oktober 2020
Penyebab Hampa, Kosong, Mati Rasa
Numb
Hampa
Kosong
Mati rasa
Monoton
Tak berwarna
Bosan
Itu adalah kata-kata yang menggambarkan perasaan kosong dan datar-datar saja.
Di luar sana terdapat perbedaan atau pertentangan pendapat tentang numb ini, ada yang mengatakan memang kosong ada yang mengatakan kewalahan (overwhelm).
Nah, bagaimana menurut saya?
Numb adalah kondisi yang terjadi karena:
1. Sebagian atau seluruh diri yang asli dari orang tersebut telah dihapus secara sadar atau tidak sadar, dengan paksaan atau tanpa paksaan.
Dia kehilangan kebebasan untuk mengekspresikan dirinya yang asli sepenuhnya.
Hal ini membuat orang tersebut konslet, tidak sinkron antara:
a. Pikiran dengan perbuatannya
b. Pikiran dengan ucapannya
c. Ucapan dengan perbuatannya
d. Perasaan dengan perbuatannya
Misalnya dia terpaksa melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya karena dipaksa bosnya, akhirnya dia tidak bisa enjoy dengan pekerjaannya. Tidak bergairah.
Contoh lain: pemilihan jurusan yang terpaksa, pekerjaan yang terpaksa, pernikahan yang terpaksa, pura-pura bahagia padahal sedang sedih, dan lain-lain.
2. Adanya standar ganda
Ada orang-orang toksik atau narsis yang suka menerapkan standar ganda. Melakukan atau tidak melakukan sesuatu kamu tetep salah.
Misalnya gini:
a. Baju harianmu dikatain jelek, tapi kamu juga ga boleh pakai baju yang lebih bagus katanya buat pergi, padahal dipakai buat pergi juga ga boleh katanya terlalu jelek.
b. Baju harianmu itu butuh disetrika tapi disetrika itu ga boleh katanya ngabisin listrik aja. Akhirnya kamu pake baju acak-acakan, gak rapi, dan dikata-katain.
c. Kamu dikatain gak mau bantu, pemalas, padahal tiap kamu bantu mereka mereka selalu gak puas dan nyari-nyari kesalahanmu dan gak mau dibantuin.
Jadi kamu ada pada kondisi gak jelas, lakukan apa nggak ya? Akhirnya nol (0) netral, alias numb tadi.
3. Tidak mendapat reward/apresiasi yang diinginkan/diharapkan.
Kebanyakan orang melakukan sesuatu dengan harapan atau tidak ikhlas. Ketika apa yang kamu lakukan diabaikan/dicuekin atau bahkan dihina-hina dan disalah-salahkan, keinginan untuk melakukan lagi menurun. Padam. Males. Tidak ada imbalan yang membuat kamu kecanduan/ketagihan untuk melakukannya lagi.
4. Kamu kehilangan dirimu sendiri karena terlalu suka menyenangkan orang lain dan terlalu peduli kata orang lain, padahal dirimu sendiri lebih butuh kamu senangkan dan kamu pedulikan.
5. Kamu bersama orang toksik atau palsu atau berada di lingkungan yang toksik.
Jadi, kebutuhan emosionalmu nggak terpenuhi. Kamu merasa sendiri dan merasa nggak ada yang ngertiin kamu.
6. Kamu bersama orang yang tidak cocok dengan kamu atau berada di lingkungan yang tidak cocok denganmu atau tidak secara alami cocok denganmu.
7. Kamu diasuh oleh orangtua atau pengasuh yang toksik.
Kamu jadi kehilangan kebebasan dan takut mencoba hal-hal baru. Jadi bosen, gak kreatif, hidup seperti dalam penjara.
Trus solusinya apa?
Menemukan kembali dirimu yang asli, dirimu yang hilang, hal-hal yang membahagiakan kamu. Segala sesuatu yang kamu banget. Lalu menjadi dirimu sendiri.
09 Oktober 2020
Lepaskan Kelekatan pada Dunia, Nyalakan Harapan
Sadar atau tidak, manusia sering terlalu melekat pada seseorang atau sesuatu yang bersifat keduniawian, misalnya usahanya sendiri atau harapannya pada orang lain dan pada pekerjaan, kepandaian, kekayaan, atau apa pun selain Tuhan. Seolah mereka lalai atau lupa jika terlalu berharap dan bergantung pada makhluk akan membuatnya rentan kecewa.
Mungkin kita sudah familiar dengan orang-orang yang selalu melihat ke “luar” dan seolah hanya akan menemukan solusi di luar sana, yaitu pada segala sesuatu yang belum dimilikinya atau yang berada nun jauh di sana. Bisa jadi, hal yang demikian itu dipicu oleh perasaan enggan, gengsi, tidak keren, pikiran yang terlalu rumit, atau sekadar susah melihat tengkuknya sendiri.
Melihat ke “luar” banyak sekali macamnya, misalnya bila sedang bete ada orang yang melampiaskannya dengan makan atau berbelanja; bila stres mereka malah bepergian, bila menginginkan perasaan hebat mereka akan menaklukkan gunung tinggi, dan agar merasa atau dianggap bekerja mereka harus bekerja di kantoran dan di luar rumah. Jarang sekali ada orang yang mencari solusi dengan memanfaatkan apa yang ada dan berbahagia hanya dengan melakukan hal-hal sederhana.
Nah, kemunculan virus Corona membuat gerak-gerik kita semakin dibatasi dan memaksa kita untuk menerapkan kebiasaan baru di dalamnya. Pada saat banyak di antara kita yang di-PHK, susah keluar rumah, susah mencari sumber penghidupan di luar sana, dan susah menghibur diri di luaran, kita dipaksa untuk lebih memberdayakan apa yang ada di dalam, yaitu diri kita, milik kita, di rumah kita, dan aktivitas produktif yang masih bisa kita lakukan sembari tetap menjaga kesehatan. Saat ini pun saya berada dalam kondisi tersebut. Les privat saya dihentikan, royalti tidak jelas, buku-buku sulit sekali menembus penerbit, dan lomba menulis pun makin sulit saya menangkan. Dalam ketidakpastian hidup, saya terus berusaha untuk melepaskan atau mengurangi kelekatan saya pada hal-hal duniawi. Saya latih diri saya agar tak terlalu berharap dan bergantung pada makhluk atau segala sesuatu selain Tuhan.
Selama itu saya tak serta merta menjadi kuat, saya masih sering menangis dan memang saya mengizinkan diri saya untuk menangis, takut, ataupun bersedih. Saya hanya membatasi durasinya agar tidak berlama-lama. Tak lupa pula saya mengikuti akun-akun yang indah dan suportif serta mencekoki diri dengan segala bacaan dan tontonan dan orang-orang yang akan meledakkan efek tersebut, sekaligus menghindari orang-orang atau akun-akun yang memicu efek sebaliknya. Selain itu, saya juga beruntung masih memiliki tempat bercerita. Sembari tetap melakukan berbagai upaya peningkatan diri dan mencoba berbagai peluang yang ada, hal-hal di atas tadi sangat membantu saya.
Kebetulan juga, saya sempat berkenalan dengan seorang pria yang lebih sukses dan lebih mudah hidupnya setelah keluar dari kantornya dan berwirausaha. Pertemuan itu seolah menjadikan bukti semakin terpampang nyata di hadapan, bahwa rezeki seseorang tidak ditentukan oleh masa Corona atau tidak, bekerja dari rumah atau di luar rumah, bekerja ikut orang atau berwiraswasta, atau semacamnya. Alhamdulillah saya sendiri pun masih mendapat rezeki walau masih dalam masa pandemi dan berada di rumah saja. Saya percaya, bila Allah menghendaki, maka Ia tinggal berkata “Kun” (jadilah), maka jadilah dia.
Hingga detik ini pun saya masih terus berproses, masih memendam harapan. Benar, harapan, yaitu suatu pijar yang membuat jiwa seseorang tetap “hidup”, menjadi layaknya sebuah nyawa sekaligus penggerak. Dengan harapan, saya mengizinkan diri saya untuk bersedih dan lelah, tetapi tidak menyerah. Harapan pulalah yang terkadang mengingatkan saya akan kematian sebagai pembatas antara kesenangan dan kesedihan sehingga saya tidak kehilangan arah.
Yah, begitulah dunia, tempat kita akan diuji dengan beraneka rupa dan harus selalu menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. Oleh karena itu, kemampuan untuk bisa menggantikan kebiasaan apapun yang menghalangi, negatif, atau tak relevan lagi mutlak diperlukan. Cari dan temukanlah caramu sendiri yang cocok dan bekerja untuk dirimu. Cari terus sampai ketemu agar menjadi indah masa depanmu.
06 Oktober 2020
Renungan dari Janda Bolong
Janda bolong.
Apanya yang bolong?
Apakah itu bahasa daerah suku lain yang kebetulan sama pengucapan dan tulisannya (homofon homograf) dengan suku yang saya tahu?
Atau ... ya memang artinya seperti yang saya pikirkan.
Kapan hari saya merasa aneh melihat judul berita mengandung kata "Janda Bolong". Ternyata nama sebuah tanaman dengan daun berlubang, yang sedang ngetren.
Apakah penamaan "Bolong" itu karena lubang tadi?
Saya tidak tahu.
Tapi, lagi-lagi dikait-kaitkan dengan genderisme.
Mengapa janda?
"Janda Bolong" apakah gabungan antara "Janda" dan "Sundel Bolong"?
Jangan-jangan besok-besok akan muncul juga tanaman bernama "Janda Gatel", "Janda Pocong", atau lainnya. (Hari ini 23 Desember ternyata aku nemu tanaman janda gatel udah ada, malah ada banyak tanaman dengan nama janda dan duda)
Ada tanaman "Janda Bolong", ada "Lidah Mertua", entah siapa yang memberi nama kok nama dari Indonesia itu jelek-jelek dan abusive.
Pikirkan bagaimana perasaan janda atau mertua atau siapa pun yang terkait dengan nama jelek buatan Indonesia.
Atau, apakah kita akan bangga jika ditanya orang nama tanamannya apa lalu kita jawab dengan nama jelek-jelek tersebut.
Terselip rasa syukur di hati saya bahwa nama internasional itu memakai nama latin, bukan nama Indonesia.
Nama dari Indonesia itu tidak sopan, jelek, abusive (kasar), dan menyinggung, seperti 2 nama yang saya contohkan tadi.
Tolonglah yang kasih nama "Janda Bolong" itu, yang mengizinkan/membiarkan/merasa biasa saja, serta yang mempopulerkannya/memasyarakatkannya, merenunglah, apakah nurani kalian sudah bolong juga? Sehingga perlu ditambal. Agar lebih berempati kepada orang lain dan memilih nama-nama yang baik saja sebagai identitas tanaman.