Sampai
juga aku di sini, di tempat service HP di Sidoarjo yang bisa ditunggu, sekaligus tempat servis satu-satunya yang terjangkau sepeda
pancal, kendaraanku. Aku terpaksa, tanpa ojol, tanpa tersedia transportasi umum
lain, tanpa bisa naik motor, dan tanpa ada yang mengantar, hanya tempat servis
itu yang terjangkau. Angel Cellular namanya, yang ternyata servisnya se-Angel
namanya.
Aku
tergesa-gesa ke sana, membawa Sony Xperia E4, salah satu handphone-ku yang mendadak
rusak pasca kusiarkan kemenangan sebagai salah satu dari 10 finalis terbaik
lomba Resolusi Breakrow. Sony Xperia E4, bersama SPC S10-ku tiba-tiba mati, dan
kuduga karena mata ‘ain. Tidak tanggung-tanggung, keduanya seperti langsung
rusak parah, yang jika diservis tukang servisnya akan berkata, “Lebih baik
ganti yang baru saja”.
Sesuai
dugaan, ibu berusaha menghubungiku untuk memesan ojol, dan gagal
karena smartphone-ku rusak semua. Itupun aku sudah memaksakan diri ke tempat servis
meski sedang tak enak badan, ngebut, siapa tahu HP-nya bisa “sembuh” di hari itu dan
bisa kupakai untuk memesankan ojol ibu serta untuk foto-foto saat rekreasi esok
harinya.
“Bisa
ditunggu, Mbak,” kata tukang servisnya, yang belakangan kuketahui namanya Rafi.
Satu
jam, dua jam, Rafi mulai panik, keringatnya mengucur sejagung-jagung di pelipis.
Aku sampai selesai dari makan bakso di warung sebelah, tapi servisnya belum
selesai juga.
“Ditinggal
saja, ya, Mbak, nanti saya coba lagi. Nanti malam aja pean balik lagi,”
saran Rafi.
Gantian aku
yang panik, bagaimana cara ibu dan kakak pulang? Apakah ada om atau saudara
lain yang bisa memesankan ojol di sana?
Sesampai
di depan rumah, dari kejauhan kulihat wali murid lesku sedang berada di
halamannya. Kuberanikan diri ke sana, setelah mencoba dulu ke tetangga kiri
rumah dan gagal karena orangnya tak keluar-keluar juga. Beruntung juga beberapa
hari lalu kakak titip isikan pulsa, jadi aku punya nomer kakak di luar HP. Aku
pun menghubungi kakak, yang ternyata sudah sampai rumah.
Beberapa
hari kemudian, kuhubungi lagi tukang servisnya.
“Nggak
bisa, Mbak, yang rusak IC-nya,” paparnya.
Aku
sempat kecewa, karena bagiku servis yang hasilnya bagus itu harus memenuhi 2
kriteria, bisa sembuh dan berfungsi seperti sedia kala, atau kalau tidak sembuh
ya tidak bayar apa-apa. Biaya 100 ribu itu mahal bagiku, apalagi untuk gawai yang
tetap “rusak jaya”.
Tapi,
tanpa kuduga, ternyata aku tak dibolehkan membayar apa-apa.
“IC-nya,
Mbak, yang rusak,” jelasnya.
“Ini,
Pak,” kusodorkan 2 lembar uang lima puluh ribuan padanya.
“Nggak,
Mbak. Wong nggak bisa.”
“Tapi
kan kemarin Bapaknya sudah berusaha keras,” aku tetap menyodorkannya. Meski
hatiku berteriak ‘hore’, tapi kan aku juga berperasaan, tak tega melihat usaha
kerasnya digratiskan.
“Nggak,
Mbak. Di sini memang gitu,” keukeh-nya.
Fiuuuuh
... alhamdulillah, batinku bersorak gembira. Tempat servis ini memang se-Angel
namanya, keren banget; sudah servisnya bisa ditunggu, selesainya cepat,
bayarnya hanya kalau berhasil, orangnya pun terbilang ramah (untuk ukuran/standar
orang teknik yang biasanya kaku dan serius).
Aku benar-benar
salah, lho. Tadinya kupikir lokasinya yang berada di pinggir jalan raya pasti
membuat ongkos servisnya mahal karena mungkin kena biaya sewa, apalagi
tempatnya dekat pasar. Belum lagi dengan pegawai-pegawainya yang banyak, kupikir penyervisnya pasti bekerja pada orang
lain, sehingga biaya servisnya akan bertambah. Beda jika tempat servis itu
rumahnya sendiri dan diservis dirinya sendiri, tak perlu ada biaya sewa dan
biaya untuk disetor pada bosnya. Tapi nyatanya aku salah, tahu begitu dulu aku tak
perlu ke tempat servis “sebelah”, yang lebih pelosok, lebih jauh, dan lebih
tidak profesional serta tidak ramah.
Pengalaman
pertamaku di Angel Cellular ini sudah cukup memuaskan. Semoga ke depannya tetap
demikian atau bahkan ditingkatkan. Ingat, ya, Angel Cellular, 2 rumah sebelum
apotek K-24, arah dari Sedati Agung menuju Pasar Betro.
Good
luck!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.