31 Agustus 2019

Pengadaan Wastafel Kelas sebagai Upaya Menurunkan Angka Pneumonia Anak di Indonesia


Pengadaan Wastafel Kelas sebagai Upaya Menurunkan Angka Pneumonia Anak di Indonesia

 Cuci tangan
Sumber: Merdeka.com

Sebagian orang mungkin heran bagaimana hal kecil semacam mencuci tangan bisa mendatangkan perubahan hidup yang berarti. Sama takjubnya mereka dengan bagaimana sesuatu sekecil bakteri atau virus bisa menyebabkan orang mati. Kenyataannya, tak ada hal kecil di dunia ini, apalagi jika menyangkut konsistensi. Dengan mencuci tangan secara teratur artinya kita membangun pelindung diri dari berbagai penyakit akibat bakteri-bakteri dan virus-virus tadi.

Membiasakan anak-anak mencuci tangan merupakan hal yang sederhana, meskipun tak bisa dikatakan mudah. Malahan, kita membutuhkan lingkungan yang kondusif dan perangkat-perangkat tertentu agar tujuan tersebut dapat tercapai. Niat saja tidak cukup, kita juga perlu memperbaiki tata letak dan mencari orang-orang yang bersedia berada di sisi kita, mendorong kita, bahkan melakukan hal yang sama dengan kita. Tahukah Anda saya sedang membicarakan apa? Saya sedang membicarakan tentang perlunya pengadaan keran atau wastafel di dalam atau di luar kelas dan di dekat tempat orang-orang makan; baik itu di sekolah, di rumah, atau di mana saja. Semacam di rumah makan, terdapat wastafel dan lap atau pengering tangan. Jika tidak ada, setidaknya kita bisa menyediakan antiseptik dan meletakkannya sedekat mungkin dari tempat anak-anak berada.

Pengadaan Wastafel Kelas sebagai Upaya Menurunkan Angka Pneumonia Anak di Indonesia

Disiplin dalam mencuci tangan dengan air dan sabun selain bisa mencegah berbagai penyakit juga memiliki manfaat lain. CDC menemukan bahwa anak-anak yang mencuci tangan secara teratur mencapai tonggak perkembangan lebih awal daripada mereka yang tidak.

Agar penerapan kebiasaan mencuci tangan ini lebih efektif, membuat wastafel saja belumlah memadai. Pastikan bahwa pada tiap-tiap kelas ada anak yang terbiasa mencuci tangan dan suka mengajak teman-temannya untuk melakukannya juga. Karena menurut ilmu psikologi, pengaruh sosial menentukan apakah suatu perubahan itu bisa terwujud ataukah tidak.

Pengadaan Wastafel Kelas sebagai Upaya Menurunkan Angka Pneumonia Anak di Indonesia
 
Ketika saya dulu mengajar di sebuah sekolah, beberapa murid begitu malas untuk mencuci tangan dengan air dan sabun sehingga mereka menggantikannya dengan antiseptik. Beberapa yang lain berlari dan menghambur menuju keran air yang berjarak beberapa meter dari kelasnya. Tak jelas apakah mereka selalu melakukannya setiap sebelum dan sesudah makan dan setelah beraktivitas, ataukah hanya pada awal waktu istirahat. Saya juga tidak memperhatikan apakah setelah mereka bermain atau memegang ini itu mereka mencuci tangan lagi atau tidak. Padahal, terdapat 5 waktu penting untuk mencuci tangan dengan sabun. Waktu-waktu tersebut adalah:
1.     Setelah dari jamban,
2.     Setelah membersihkan anak yang buang air besar,
3.     Sebelum menghidangkan makanan,
4.     Sebelum makan, dan
5.     Setelah memegang hewan/benda kotor.
Khusus untuk anak-anak mungkin lebih mengacu pada poin 1, 4, dan 5.

Pengadaan Wastafel Kelas sebagai Upaya Menurunkan Angka Pneumonia Anak di Indonesia

 Membiasakan dan memudahkan anak dalam mencuci tangan dengan air dan sabun dapat menghindarkan mereka dari berbagai penyakit. Menjangkitnya penyakit mata, penyakit perut, kecacingan, flu, bahkan pneumonia bisa berawal dari tangan yang kotor.

Terutama pneumonia, yaitu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru. Penyakit ini menyebabkan 2 anak meninggal setiap menitnya. Selain itu, ia juga sekaligus merupakan penyebab kematian tertinggi pada balita di Jawa Timur setelah diare (Bhirawa, 29/8). Harian Bhirawa (29/8) menyebutkan, persentase penderita pneumonia di bawah 5 tahun sebesar 74 persen, sedangkan pada usia di atas 5 tahun sebesar 26 persen. 

Pengadaan Wastafel Kelas sebagai Upaya Menurunkan Angka Pneumonia Anak di Indonesia

Masyarakat umum mengenal pneumonia dengan sebutan penyakit paru-paru basah. Penyakit ini bisa disebabkan karena bakteri, virus, serta dipengaruhi oleh masalah gizi, polusi udara, serta sanitasi dan higienitas.

Pneumonia bisa menimpa usia berapa saja, baik itu bayi, balita, remaja, maupun manula. Namun, bila menimpa anak-anak, perawatannya harus dilakukan dalam 48 jam pertama begitu gejala muncul. Jika tidak, kasusnya akan menjadi semakin serius.

Berikut ini adalah gejala-gejala pneumonia:
1.  Demam di atas 38 derajat Celcius,
2.  Batuk berdahak,
3.  Kurang nafsu makan,
4.  Napas lebih cepat dan pendek,
5.  Mudah kelelahan,

Sepintas gejala dari penyakit ini mirip dengan gejala flu. Karena memang komplikasi dari flu bisa berubah menjadi pneumonia. Bedanya, pada pneumonia semua gejala flu yang muncul akan menetap lebih dari seminggu. Selain itu, Anda juga mungkin akan menjumpai gejala lain yang berupa batuk berdahak, demam disertai tubuh menggigil dan berkeringat, bernapas lebih cepat, sulit bernapas, dan nyeri dada.

Stop pneumonia

Kabar baiknya, sekali merengkuh dayung dua tiga pulau bisa terlampaui.  Mencuci tangan dapat mencegah dua penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak sekaligus, yaitu diare dan pneumonia. Jika kita bisa membelokkan arah pembangunan kesehatan kita lebih pada mencegah daripada mengobati penyakit, maka itu akan lebih baik. Dan pengadaan wastafel kelas ini adalah salah satunya. Sebagaimana pernyataan Pakar Epidomologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair Surabaya, Dr. Muhammad Attoillah Isfandiari dr. Mkes, kalau serangan pneumonia itu muncul, ia akan menelan biaya pengobatan hingga puluhan juta rupiah.



12 Agustus 2019

Peri Pengabul Impian


 
Ini adalah dunia tempat orang sering mempertanyakan apakah orang baik masih ada. Ini pinggiran kota, di mana orang sering mengatakan rasa bertetangga dan tolong-menolong telah musnah. Di sinilah Bu Yulia tinggal dan menebar kebaikan bagi sesama. Semua itu tak lain karena sebuah pertanyaan telah mengusik batinnya, “Mampukah aku menyelamatkan diri di akhirat nanti?”


Di sebalik rumahnya, Bu Lila sibuk menghitung uangnya sambil mempertanyakan hal yang berbeda. Mungkin dia memiliki hitungan maya di kepala, mengingat usianya kini yang sudah tak lagi muda. Dia sudah kepala tujuh. Kulitnya yang mengendur dan dihiasi keriput di sekujurnya semakin menegaskan ia harus segera kembali ke sana. “Mengapa tidak?” pikirnya. Sebelum lutut dan tulang-tulang ini semakin digerogoti penyakit khas wanita lanjut usia. Pun sebelum jasad ini berkalang tanah.


Entah apa sebabnya keinginan ke Mekah itu kembali menyeruak. Tak heran sih, mengingat sepulang umroh atau haji para jamaah sering mengatakan hal yang sama, ingin menjejakkan kaki lagi ke Tanah Suci. Rupanya ibadah tersebut mengandung daya pikat yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang pernah menjalaninya. Tetanggaku ini salah satunya. Walau sudah pernah berhaji sekali ia ingin bisa membaui aroma Kakbah lagi. Namun sayang, kali ini keinginan itu sulit untuk terwujud. Pasalnya, bisnisnya yang dulu lancar menghasilkan pundi-pundi mendadak tak laku lagi. Padahal, bisnis itu merupakan sumber penghidupannya pasca ditinggal Sang Suami menghadap Sang Pencipta. Alhasil, uang yang dimiliki belum mencukupi. 


Keajaiban muncul ketika suatu hari ia berbincang dengan Bu Yulia. Bak ketiban durian runtuh, wanita itu menggenapinya. Tak hanya dia, dua tetanggaku yang lain pun memperoleh rezeki serupa. Dia benar-benar laksana seorang peri pengabul impian. Tentu saja dia sendiri sudah pernah berhaji dan berumroh. Namun, bila orang lain memilih berhaji atau berumroh berkali-kali untuk dirinya sendiri, dia berbeda. Dia ingin tetangga-tetangganya bisa mencicipi juga. Istilahnya berbagi kebahagiaan. Dan itu bukan karena mereka bekerja padanya lalu mendapat hadiah. Bukan pula karena mereka bagian dari keluarga atau sanak saudara. Pemberian ini adalah tentang ukhuwah Islamiyah, tentang kebaikan seorang manusia.


Tanpa menunggu waktu lama, begitu dia menggenapinya esoknya keempat orang itu langsung berangkat, tiga yang dibantunya tadi plus satu tetangga lain yang membayar sendiri. Bu Yulia mengurusi keberangkatan mereka sehingga mereka bisa berangkat bersama-sama.