26 Februari 2019

Kampanye Minim Isu Lingkungan, Ada Apa dengan Capres Kita?


Kampanye Minim Isu Lingkungan, Ada Apa dengan Capres Kita?

Tiga Masalah Terbesar Dunia di Masa Depan

Tiga masalah terbesar dunia di masa depan telah dirumuskan oleh Yuval Noah Harari, salah seorang dari 100 pemikir teratas dunia tahun 2018. Masalah tersebut adalah perang nuklir, perubahan iklim, dan gangguan teknologi. Berkaitan dengan itu, dia pun memberikan sebuah tantangan untuk para calon pemimpin di masa depan, mampukah menjawab 4 pertanyaan ini:
1.    Jika Anda terpilih, tindakan apa yang akan Anda ambil untuk mengurangi risiko perang nuklir?
2.    Tindakan apa yang akan Anda ambil untuk mengurangi risiko perubahan iklim?
3.  Tindakan apa yang akan Anda ambil untuk mengatur teknologi yang mengganggu seperti AI (kecerdasan artifisial/buatan) dan bioteknologi?
4.  Bagaimana Anda melihat dunia 2040? Apa skenario terburuk Anda, dan apa visi Anda untuk skenario terbaik?

Di antara kedua calon presiden, siapa yang telah menjawab keempat pertanyaan tersebut dengan baik? 

Setahu saya, sejauh ini tidak ada capres yang menyinggung tentang perang nuklir. Isu tentang lingkungan hidup hanya dibahas 25 kali oleh kubu Jokowi-Ma’ruf, dan 16 kali oleh kubu Prabowo-Sandi. Sedangkan masalah gangguan teknologi, meskipun Yuval juga menyinggung tentang hoaks, tetapi yang dimaksud lebih mengarah kepada AI, penjajahan/peretasan data, dan bioteknologi. Dalam hal hoaks, kubu Jokowi yang lebih memperhatikan, yaitu sebesar 75 kali dibahas, dibandingkan dengan kubu Prabowo yang hanya 10 kali. 

Kampanye Minim Isu Lingkungan, Ada Apa dengan Capres Kita?
 Grafik kampanye capres 2019 berdasarkan isu yang diangkat di media sosial
Sumber: www.iklancapres.id

Lalu bagaimana dengan tahun 2040? Pada tahun tersebut Inggris dan Perancis sudah melarang mobil berbahan bakar bensin atau solar. Kendaraan harus sudah nol emisi. Hal itu disebabkan British Petroleum (BP) memperkirakan bahwa gas akan menyalip minyak sebagai sumber energi utama dunia, sedangkan IMF memprediksi mobil listrik akan mulai mendominasi pada tahun tersebut.

Di Indonesia sendiri, capres dengan nomer urut 2, telah meramalkan skenario terburuk bahwa Jakarta akan tenggelam pada 2025. Menurut Ilmuwan Prof. Wayan Suparta, hal itu bisa jadi benar, tapi hanya akan menimpa Jakarta Utara. Itupun jika kecepatan penurunan tanah mencapai 20 hingga 25 sentimeter per tahun ditambah penggunaan air tanah yang berlebihan. Lucunya, tak diketahui dengan pasti apa tindakan konkretnya selain seperti hanya menebarkan teror (ketakutan). Bisa dilihat bukan, grafik menunjukkan isu lingkungan hanya diusung 16 kali oleh kubu Prabowo. Selain itu, dia juga tidak menunjukkan apa skenario terbaik dari pemerintahannya pada Indonesia di masa mendatang.

Berbeda dengan paslon 2, paslon 1, lebih memfokuskan pada skenario terbaik. Jokowi menyatakan, ekonomi Indonesia akan menjadi terbesar ke-4 di dunia pada 2040-2045. Pernyataan ini tanpa dibarengi dengan apa skenario terburuk yang bisa terjadi, sehingga terkesan over optimis. 

Lebih jauh mengenai isu lingkungan, terutama perubahan iklim akan dijelaskan sebagai berikut.


Isu Lingkungan dan Perubahan Iklim

Sebagaimana pernyataan Yuval Noah Harari, isu lingkungan hidup terutama mengenai perubahan iklim sangat penting bagi masa depan. Masalah ini benar-benar serius. Laporan baru utama dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), dirilis di Korea pada 8 Oktober 2018, menyatakan “Suhu global rata-rata sekarang 1.0 °C di atas tingkat pra-industri. Peningkatan itu sudah menyebabkan cuaca yang lebih ekstrem, naiknya permukaan laut, dan berkurangnya es laut Kutub Utara, dan merusak ekosistem daratan dan laut yang tak terhitung jumlahnya. Peningkatan 1,5° C, kemungkinan pada tahun 2040, akan memperburuk keadaan. Peningkatan 2,0° C akan jauh lebih buruk dari itu. Hanya perubahan sosial-ekonomi dan politik-diplomatik radikal yang dapat menghentikan bencana. Para ilmuwan iklim terkemuka di dunia telah memperingatkan bahwa hanya selusin tahun yang tersisa untuk pemanasan global yang dijaga agar tetap maksimal 1,5C. Di luar itu, efek yang tidak dapat dibalikkan akan mulai bergerak: bahkan setengah derajat akan secara signifikan memperburuk risiko kekeringan, banjir, panas ekstrem, dan kemiskinan bagi ratusan juta orang.”

Di Indonesia sendiri, kita masih memiliki banyak PR mengenai isu lingkungan. Misalnya terkait dengan degradasi hutan karena ekspansi perkebunan, izin pertambangan dan illegal logging, konflik tenurial, krisis tata ruang, bencana ekologis, reklamasi, sampah plastik, dan pencemaran udara.

Kampanye Minim Isu Lingkungan, Ada Apa dengan Capres Kita?
Visi dan misi paslon 1

Kampanye Minim Isu Lingkungan, Ada Apa dengan Capres Kita?

Visi dan misi paslon 2
Sumber: www.iklancapres.id

Jika merujuk pada visi dan misi dari kedua pasangan calon presiden, isu lingkungan sudah termuat di dalamnya. Pada paslon 1 terdapat pada poin ke-4, sedangkan paslon 2 terdapat pada poin ke-1. Bahkan, secara khusus, Prabowo sebagai capres nomer urut ke-2 juga memberikan beberapa janji yang terkait dengan lingkungan, misalnya membangun kemandirian dalam hal pangan, energi, dan air; serta mendisiplinkan perusahaan besar untuk menghadapi masalah lingkungan (Sains.kompas.com, 18/02/2019). Meskipun, di dalam janji-janjinya masih terdapat banyak keganjilan, misalnya janji untuk memanfaatkan kelapa sawit menjadi biofuel dan biodiesel (kubu paslon 1 pun memberikan janji serupa tentang biodiesel kelapa sawit). Padahal, selama ini perkebunan kelapa sawit masih mendatangkan isu lingkungan hidup yang besar. Selain itu, program Prabowo-Sandi tentang pertambangan yang ramah lingkungan disikapi skeptis oleh Ketua Tim Adhoc Politik Keadilan Ekologis, Khalisah Khalid. Bagi Khalisah, hal itu hanyalah mitos.

Seperti tampak pada grafik sebelumnya, faktanya kedua paslon lebih mengutamakan isu ekonomi dan demokrasi di dalam kampanyenya ketimbang isu lingkungan hidup. Perbandingannya sangat jauh. Jika pada paslon 1 ekonomi disinggung 293 kali dan demokrasi disinggung 341 kali, lingkungan hidup hanya disinggung sebanyak 25 kali. Sedangkan pada paslon 2 ekonomi disinggung 394 kali, demokrasi disinggung 365 kali, dan lingkungan hidup hanya disinggung sebanyak 16 kali.



Video debat calon presiden 2019

Pada debat calon presiden tentang lingkungan hidup, masalah lingkungan juga saya pandang kurang dibahas mendalam. Bahkan, pernyataan-pernyataan Jokowi di dalamnya banyak menuai protes dari masyarakat, karena menganggapnya tidak benar. Kebakaran hutan masih terjadi di mana-mana pada periode yang dimaksud (3 tahun terakhir). 

Komentar para netizen di Instagram atas pernyataan Jokowi saat debat isu lingkungan

Masalah lain juga dijumpai pada tidak selarasnya instruksi Jokowi dengan para pembantu di kabinet dalam hal lingkungan hidup, seperti pada kasus Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Jokowi sudah menandatangani Inpres No.8 Tahun 2018 tentang moratorium izin perkebunan sawit. Tapi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) justru menerbitkan Surat Keputusan (SK) yang mengizinkan pelepasan area hutan produksi seluas lebih dari 9.000 hektar menjadi kebun sawit.

Pada intinya, masih terdapat banyak “lubang” di dalam visi misi ataupun program-program dari kedua calon. Diperlukan adanya kajian dan perbaikan lebih lanjut agar hasilnya lebih memuaskan. Karena bagaimanapun juga pertumbuhan ekonomi yang mengesampingkan kelestarian alam justru mengakibatkan bencana alam yang akan menjauhkan masyarakat dari kata sejahtera. Alih-alih sejahtera, ia malah akan menimbulkan kesengsaraan. Jangan lupakan pula bahwa kolapsnya Pulau Jawa dan pulau-pulau besar lainnya justru disebabkan oleh laju investasi yang tak terkendali sehingga menyebabkan kerusakan alam.

Namun, pertanyaan yang kemudian muncul adalah bisakah keduanya — pertumbuhan ekonomi dan isu lingkungan — berjalan seimbang? Ataukah hanya teori? Menurut Yuval Noah Harari tidak bisa. Di dalam bukunya 21 Lessons for the 21st Century ia menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan bisa menyelamatkan ekosistem global atau memecahkan gangguan teknologi. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan krisis ekologi.

Bagaimana dengan pendapat Anda? Setujukah dengan Yuval Noah Harari? Atau apakah Anda memiliki win-win solution atas masalah-masalah ini? Bagaimana agar hal itu tidak terjadi?


Sumber:
http://www.iklancapres.id/berita/read/22/satudunia-jurnal-celebes-timses-capres-minim-kreativitas.html
http://www.iklancapres.id/berita/read/13/debat-capres-jokowi-dan-prabowo-sama-sama-menomorduakan-lingkungan-setelah-ekonomi.html
http://www.iklancapres.id/
https://fakta.news/berita/gas-akan-melibas-minyak-pada-2040
https://beritagar.id/artikel/otogen/imf-memprediksi-dominasi-mobil-listrik-dimulai-2040
https://www.suara.com/news/2018/11/26/161629/ilmuwan-prediksi-wilayah-jakarta-bakal-tenggelam-pada-2040
https://www.cnbcindonesia.com/news/20181112111045-4-41675/jokowi-ri-jadi-ekonomi-terbesar-keempat-di-dunia-2040-2045
https://www.asiasentinel.com/society/scientists-2040-doomsday/
https://news.detik.com/video/190217077/prabowo-vs-jokowi-soal-lingkungan-hidup
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190215194324-32-369729/debat-capres-kedua-bedah-visi-lingkungan-hidup-ala-prabowo
https://sains.kompas.com/read/2019/02/18/102949323/catat-8-janji-dan-mimpi-prabowo-kalau-terpilih-jadi-presiden
https://www.idntimes.com/news/indonesia/rosa-folia/soal-lingkungan-hidup-jokowi-sedikit-lebih-baik-dari-prabowo/full

25 Februari 2019

Cyber Hoax, Alat Perang yang Dahsyat, Efektif, dan Efisien


Upaya Penjajahan terhadap Indonesia pada Zaman Dahulu

Penjajahan di Indonesia
Sumber: Galena.co.id

Jika membuka kembali lembaran-lembaran sejarah, kita akan menemukan berkali-kali bangsa lain berusaha menjajah Indonesia. Tidak hanya bangsa Eropa, juga ada bangsa Asia. Tercatat setidaknya Portugis, Spanyol, Inggris, Perancis, Belanda, dan Jepang pernah berusaha menguasai negeri ini. Mereka datang dengan motif 3G, yaitu Gold (kekayaan dan keuntungan), Gospel (menyebarkan agama), dan Glory (kejayaan, superioritas, dan kekuasaan). Di antara semuanya, konon yang terlama adalah Belanda. Bangsa kulit putih ini berusaha menjajah Indonesia hingga sekitar 3,5 abad lamanya. Lama, bukan?

Terlepas dari perbedaan pendapat apakah bangsa Indonesia sudah dijajah ataukah baru berusaha dijajah, serta apakah Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun, 126 tahun, ataukah hanya 4 tahun. Poin penting di sini adalah peristiwa-peristiwa tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama. Selain membutuhkan waktu yang lama, upaya penjajahan itu juga banyak membuang tenaga dan biaya. Serta, jangan lupakan pula banyaknya jatuh korban jiwa. Sebagai gambaran kecil, pada Perang Diponegoro (Perang Jawa) misalnya, telah memakan korban 200 ribu orang dari pihak Diponegoro dan sekitar 10 ribu orang dari pihak Belanda. Sedangkan kerugian materi di pihak Belanda sebesar 20 juta gulden. Itu baru satu perang, dan perang tersebut terjadi selama 5 tahun (1825-1830). 

Tak bisa dipungkiri bahwa perang selalu membutuhkan persiapan-persiapan. Entah itu berupa jumlah pasukan, kekuatan pasukan, alat-alat dan strategi perang yang digunakan, biaya-biaya, maupun lainnya. Di dalam perang dengan Belanda, terdapat suatu strategi mereka yang terkenal, yaitu politik devide et impera (politik adu domba). Dengan politik ini Belanda cukup berhasil memecah belah persatuan di nusantara, yang pada waktu itu masih terdiri atas kerajaan-kerajaan.


Hoax sebagai Alat Perang dan Adu Domba

Cyber Hoax, Alat Perang yang Dahsyat, Efektif, dan Efisien
Sumber: rmolbanten.com

Hoax (berita bohong/palsu) merupakan salah satu alat perang dan adu domba juga. Hoax sudah ada sejak zaman dahulu, walaupun masih secara manual/real/tidak melalui internet. Bahkan, hoax telah berhasil menyebabkan perang dunia ke dua, konflik Suriah, perang saudara di Timur Tengah, penggulingan rezim Khadaffi, dan masih banyak lagi. Bahayanya sangat dahsyat dan mengerikan.

Bagaimana dengan saat ini? Seiring dengan perkembangan teknologi, hoaks pun merambah melalui dunia maya. Setelah menjadi cyber hoax, kecepatannya semakin meningkat, kerusakan pun semakin meningkat, sedangkan tenaga dan biaya bisa ditekan. Bahkan, cyber hoax ini bisa dilakukan hanya oleh 1 orang. Artinya, dengan satu orang membuat dan menyebarkan hoaks melalui dunia maya, bisa menimbulkan perang. Dua pihak atau lebih bisa diadu domba dengan mudah, sekaligus dilenyapkan. Sementara itu, oknum-oknum di belakang hoaks ini (di balik layar) bisa tetap “bersih” atau malah “cuci tangan”. Mereka tidak selalu bisa ditemukan.

Yuval Noah Harari di dalam bukunya 21 Lessons for the 21st Century mengatakan, algoritma big data mampu menyebabkan kediktatoran digital, yang mana semua kekuatan akan terkonsentrasi pada sekelompok kecil elit, yang menyebabkan mayoritas orang menderita karena irelevansi/ketidakrelevanan. 

Dengan kata lain, jika penguasa media/sekelompok elit tadi menyebarkan hoaks atau semacamnya, itu lebih mudah bagi mereka. Di tengah derasnya arus informasi digital, dan kebebasan masyarakat dalam menulis dan mencari informasi melalui dunia maya, membedakan mana yang hoaks dan tidak itu susah. Begitupun menanggulangi bahayanya. Ketika satu orang saja termakan oleh hoaks, lalu menggerakkan massa, maka musibah pun terjadi.

Di Indonesia sendiri, hoaks semakin gencar bermunculan saat masa kampanye/menjelang pemilu. Untuk pemilu 2019 ini, hoaks yang muncul terutama berupa cyber hoax. Hoaks yang tersebar tersebut terutama terkait dengan pemilu itu sendiri dan kandidat-kandidatnya (capres dan cawapresnya). Sudah lama pemilu di negara ini rusuh dan diwarnai hal-hal semacam itu. Kita tentu ingin hal itu berakhir. Setiap pemilu akan berlangsung damai. Tak ada kerusuhan atau pertengkaran antar kubu/paslon. Tak ada saling nyinyir, saling menjelekkan, apalagi saling menebar hoaks. Karena bagaimanapun juga, pemilu serta kepercayaan terhadap capres, cawapres, dan para caleg sangat penting bagi keberlanjutan pembangunan nasional di Indonesia. 

Mengingat betapa besar bahaya hoaks ini, kita harus bersatu untuk melawannya. Telitilah setiap informasi yang datang demi menjaga dan mempertahankan persatuan dan kedamaian di negeri ini. 

Stop membuat dan menyebar hoaks! Cerdaslah mencerna berita!




Sumber: 
https://www.brilio.net/serius/indonesia-dijajah-belanda-selama-350-126-atau-cuma-4-tahun-ya-1708167.html#
http://bangka.tribunnews.com/2018/01/11/kisah-pangeran-diponegoro-gunakan-senjata-biologis-banyak-prajurit-belanda-tewas?page=all
https://kerisnews.com/2017/11/25/perang-diponegoro-yang-membangkrutkan-kolonial/
 

16 Februari 2019

Matahari, Sumber Energi Listrik Potensial untuk Akhir Zaman


Sinar matahari 
Sumber: Aktual.com

Disadari atau tidak, kita sudah berada pada akhir zaman. Sejak meninggalnya Nabi Muhammad Salallahu Alaihi wa Sallam, sudah terhitung sebagai mulainya akhir zaman. Tentu saja semakin ke sini (tahun 2019 dan seterusnya) semakin mendekati akhir, otomatis pula semakin mendekati kiamat.

Bagi umat muslim, mungkin sudah tidak asing dengan tanda-tanda akhir zaman yang di antaranya berupa:
1.    Mengeringnya air danau Tiberias (sekarang sudah hampir kering sepenuhnya)
2.    Mengeringnya mata air Zaghar (sekarang sudah hampir kering sepenuhnya)
3.    Terjadinya 3 tahun kemarau berat menjelang kemunculan Dajjal
Satu tahun pertama menjelang Dajjal keluar 1/3 air dari langit Allah tahan, 1/3 tanam-tanaman dan hewan-hewan ternak yang bisa dimakan di muka bumi Allah biarkan mati. Tahun ke dua menjelang Dajjal keluar 2/3 air dari langit Allah tahan dan 2/3 tanam-tanaman dan hewan-hewan ternak yang bisa dimakan di muka bumi Allah biarkan mati. Tahun di mana Dajjal keluar sama sekali air tidak turun dari langit serta cuaca dan iklim sangat panas.
Sebagai informasi tambahan, menurut Peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Rachmat Fajar Lubis, 80 persen air yang ada di bumi ini berasal dari hujan.

Bagi umat non muslim bisa melihat tanda-tanda lain secara umum bahwa dunia sudah semakin kekeringan, contohnya:
1.    Glasier Tianshan di Cina sudah semakin banyak yang mencair.

Glasier Tianshan
Sumber: Greenpeace 

2.    Terjadinya krisis air global

CNN Indonesia (15/3/2019) mengutip berita dari CBN News (14/3/2019) menyatakan, Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperingatkan bahwa dunia terancam mengalami krisis air global. Laporan bersama Bank Dunia dan PBB menyatakan saat ini 40 persen populasi dunia mengalami kelangkaan air.

Laporan berdasarkan hasil penelitian selama dua tahun tersebut menyebutkan 700 juta orang terancam menderita akibat kelangkaan air parah pada 2030. Bertajuk "An Agenda for Water Action", dokumen tersebut merupakan kumpulan hasil panel tinggi tentang air.
"Ekosistem basis kehidupan - keamanan pangan, keberlanjutan energi, kesehatan masyarakat, pekerjaan, kota - semua terancam karena bagaimana air sekarang dikelola," kata Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim.

Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga memperingatkan  terjadinya krisis air global. Menurut Guterres, "Hari ini, 40 persen orang-orang di dunia dilanda masalah kelangkaan air; 80 persen air limbah dibuang ke lingkungan, dan lebih dari 90 persen bencana terkait dengan air. Lebih dari dua miliar orang kekurangan akses air bersih, dan lebih dari 4,5 miliar orang tidak memiliki layanan sanitasi yang memadai,” urainya.

Krisis air global
Sumber: Otoritasnews.co.id

Setidaknya terdapat 7 penyebab terjadinya krisis air global, yaitu:
a.    Perubahan iklim menyebabkan kekeringan di daerah kering dan menyebabkan meningkatnya curah hujan yang semakin tidak menentu dan ekstrim di daerah lainnya.
b.      Meningkatkan populasi penduduk dan pendapatan menyebabkan permintaan air bertambah.
c.       Air tanah terkuras.
d.      Buruknya infrastruktur air.
e.       Banyaknya infrastruktur alami yang terabaikan, yaitu berkurangnya tanaman atau hutan.
f.    Banyaknya air yang terbuang sia-sia, misalnya karena irigasi banjir dan pendinginan basah untuk pembangkit listrik tenaga termal, dan karena pencemaran air.
g.      Penetapan harga air yang tidak tepat

3. Pemanasan global dan perubahan iklim

Pemanasan global
Sumber: Kompasiana.com

Saat ini sudah dapat diamati tanda-tanda pemanasan global di mana-mana, misalnya:
a. Mencairnya es di antartika meningkat 6 kali lipat selama 4 dekade terakhir (Kompas.com, 16/1/2019)
b. Pada 26 sampai 27 November 2018, 23 ribu kelelawar mati di Australia mati akibat gelombang panas. Hal seperti ini belum pernah terjadi di Australia bagian utara sejak manusia bermukim di sana. Peneliti Dr Justin Welbergen, seorang ahli ekologi, menyebut peristiwa ini sebagai penanda bahaya untuk perubahan iklim. (Kompas, 17/1/2019)
c. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagai panel ilmiah internasional yang menangani pemanasan global, telah menemukan bahwa kandungan panas lautan meningkat dan lautan memanas sekitar 40 persen lebih cepat dari perkiraan sebelumnya (Kompas.com, 12/1/2019). Padahal, pemanasan lautan adalah indikator perubahan iklim yang sangat penting.
d. Rachmat Witoelar, yang pada saat itu (2009) menjabat sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa iklim sudah berubah dan suhu bumi meningkat. Pergantian musim sudah tidak jelas. Musim hujan kering, musim kering hujan. Itu adalah salah satu akibat perubahan iklim.

 Dampak pemanasan global
Sumber: learniseasy.com


Di Indonesia sendiri, kondisinya teramati pada hal-hal seperti dalam contoh berikut: 

            1.    Pengeringan air di Pulau Sapi semakin cepat dan cuacanya semakin panas.

2.    Di Pulau Barrang Lompo musim hujan semakin terlambat, cuaca semakin panas, dan angin Timur semakin kencang.
3.    Yogyakarta juga merasakan efek terlambatnya hujan dan cuaca yang semakin panas, kondisi lebih kering, dan pola tanam berubah. Bahkan, tebu pun mengalami kekeringan.
4.    Debit air baku Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Mangkaluku (PDAMTM) Palopo, Sulawesi Selatan, terus menyusut. Penyusutan terjadi hingga 80 persen akibat musim kemarau.
5.    Sebanyak 28 titik sumur artesis yang dimiliki PDAM Tirtawening, Bandung sebagian besar sudah mati. Hanya beberapa yang masih aktif, dengan debit air terus menurun.
(BBC Indonesia, 26/11/2009; Kompas.com, 12/10/2018, Kompas.com, 14/10/2018)
Dan masih banyak lagi yang semacam ini.
 
Krisis air bersih
Sumber:  Jabarekspres.com

 Semakin panasnya bumi saat ini menunjukkan bahwa matahari sangat potensial digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik. Sementara itu, teknologi rendah emisi lainnya seperti nuklir, bioenergi, panas matahari dan panas bumi mempunyai pangsa pasar kecil. Sedangkan pembangkit listrik tenaga air mungkin hanya potensial pada beberapa area, mungkin juga menjadi tidak potensial sama sekali. Hal itu karena selain cadangan air sudah menipis, peningkatan suhu bumi hanya akan memicu hujan lebat dan banjir pada kawasan yang lebih basah.


PLTU, Sumber Energi yang Mendominasi Indonesia Saat Ini

PLTU
Sumber: Liputan6.com

Sebagian besar pembangkit listrik di tanah air didominasi oleh energi tenaga uap yang berbahan dasar batu bara. Namun, penggunaan PLTU memiliki beberapa kerugian/kelemahan, yaitu:
1.    Proses start lama.
2.    Proses pembangunan lama.
3.    Membutuhkan lahan yang luas.
4.    Sangat tergantung pada pasokan bahan bakar.
5.    Batubara merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.
6.    Pembakaran batubara menghasilkan campuran banyak zat kimia berbahaya yang dapat merusak kesehatan seperti sulphur dioxide. Banyak korban bisa berjatuhan akibat penyakit pernapasan jika pembakaran batubara tidak terkontrol.
7.    Ekstraksi batubara memerlukan biaya dan investasi yang mahal.
8.    Tidak dapat dioperasikan (start) tanpa pasokan listrik dari luar.
9.    PLTU menghasilkan banyak gas rumah kaca.
10.    Emisi gas buang tidak ramah lingkungan (biasanya untuk bahan bakar batubara atau residu).
11. Memerlukan tersedianya air pendingin yang sangat banyak dan kontinyu, sehingga biasanya ditempatkan di daerah yang dekat dengan sumber air yang melimpah.
12.    Penambangan batubara berbahaya dan dapat merusak lingkungan
13.    PLTU tidak ramah terhadap fauna di sekitar pembangkit.
14.    PLTU menghasilkan limbah yang dapat mencemari perairan di sekitar pembangkit.
15.    Fondasi berat.

Dari uraian di atas, penggunaan PLTU sebagai sumber energi ternyata memiliki banyak kekurangan. Sehingga, diperlukan sumber energi lain sebagai pendukungnya. Apalagi, dengan kondisi bumi yang sedang mengalami pemanasan global, PLTU yang menghasilkan banyak gas rumah kaca terdengar kurang sesuai.

Sumber: Hijauku.com

Jika kita merujuk pada pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro, terdapat 4 strategi Indonesia di dalam menekan pemanasan global. Strategi tersebut sekaligus mendukung tercapainya sustainable development goal 2030. Strategi-strategi yang dimaksud adalah:
1.    Mencegah deforestasi dan melakukan reforestasi atau penanaman kembali hutan.
2.    Mencegah deforestasi dan melakukan reforestasi atau penanaman kembali hutan.
3.    Memperbaiki produktivitas pertanian tanpa harus memperluas lahan.
4.    Mendorong energi terbarukan dan konservasi energi.


Matahari sebagai Sumber Energi Terbarukan

Meningkatnya suhu, salah satu dampak pemanasan global 
Sumber: ulyadays.com

Sinar matahari terdapat dalam jumlah sangat berlimpah di alam. Adanya tren peningkatan suhu dari tahun ke tahun pun semakin membuat penggunaannya potensial sebagai sumber energi listrik. Energi matahari (surya) bisa membantu mencegah perubahan iklim. Sayangnya, belum banyak pengusaha yang memanfaatkannya menjadi listrik. Padahal, pembangkit listrik tenaga surya telah menjadi pembangkit listrik favorit di dunia. Data global menunjukkan kapasitas panel surya (solar photovoltaic) dipasang lebih banyak dibanding teknologi pembangkit listrik lainnya.

Di seluruh dunia, sekitar 73 gigawatt listrik dihasilkan dari panel surya yang dipasang pada 2016. Energi angin menempati posisi kedua (55 GW), batu bara tergeser pada peringkat ketiga (52 GW), diikuti oleh gas (37 GW), dan tenaga air (28 GW).


Porsi energi terbarukan masih relatif kecil dalam bauran energi kita. Hanya 7% dari total dan harapannya pada tahun 2025 bisa ditingkatkan sampai 23%. Sedangkan untuk PLTS sendiri, hingga tahun 2016, hanya menyumbang sampai 0,026 % saja dari total kapasitas pembangkit listrik. Hingga tahun tersebut, baru terdapat 9 produsen panel surya (solar panel).

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah telah mewajibkan pemanfaatan sel surya minimum 25 persen dari luas atap bangunan mewah, kompleks perumahan, dan apartemen, dan 30 persen dari atap bangunan pemerintah. Namun, hingga kini, ketentuan tersebut belum bisa berjalan secara optimal.

Setidaknya terdapat beberapa keuntungan PLTS/panel surya, yaitu:
1.    Di seluruh dunia listrik dari tenaga surya dan instalasi baru sekarang lebih murah daripada listrik dari tenaga batu bara, gas atau nuklir.
2.    Panel surya dapat mengurangi pemakaian listrik PLN hingga 80 persen.
3.  Matahari memancarkan energi 1.000 kali lipat lebih besar daripada energi yang dibutuhkan di seluruh dunia.
4.    Mampu menutupi kebutuhan energi secara global dan membatasi pemanasan global.
5.    Indonesia merupakan negara tropis dengan sinar matahari melimpah sepanjang tahun.
Berdasarkan letak geografis yang strategis, hampir seluruh daerah di Indonesia berpotensi untuk dikembangkan PLTS dengan daya rata-rata mencapai 4kWh/m2. Kawasan barat Indonesia memiliki distribusi penyinaran sekitar 4,5 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan 10% sementara kawasan timur Indonesia berpotensi penyinaran sekitar 5,1 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Hal ini perlu dimanfaatkan dengan baik dengan percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya di berbagai daerah yang berpotensi di seluruh kawasan Indonesia.
6.    Dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah-daerah terpencil/tertinggal.
7.    Proses instalasi cepat.
8.    Dibandingkan sumber listrik lainnya, panel surya memiliki energi yang sangat bersih. Panel surya mampu menyerap radiasi UV dari matahari sehingga tidak menghasilkan emisi sedikit pun.
9.    Panel surya tidak menimbulkan polusi suara.
10.    Keandalan panel surya sudah dibuktikan selama lebih dari 50 tahun. Andal dalam berbagai kondisi ekstrim.
11.    Dapat mendukung arsitektur modern karena desainnya sangat modern dan futuristik.
12.    Membantu menekan produksi karbondioksida di udara, penyebab terjadinya efek rumah kaca.
13.    Berpotensi mengubah air hujan menjadi listrik, seperti panel surya yang terdapat di Tiongkok.
14.    Konsumen pemilik rooftop panel surya dapat menjual listrik yang dihasilkannya ke PLN, dengan tata kelola harga yang diatur dalam peraturan penggunaan rooftop panel surya. Misalnya, saat siang tidak pakai lampu dan AC, karena orangnya pergi, listriknya dijual ke PLN, malam dia beli lagi ke PLN.

Namun, PLTS/panel surya juga memiliki tantangan, misalnya:
1.        Investasi awal yang dibutuhkan sangat besar.
2.        Selama ini, kendala terbesar dalam pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)— sebagian besar dibangun di Indonesia bagian timur— dari segi pemeliharaan. Pembangkit ini critical point-nya pada baterai. Banyak PLTS setelah dibangun dan dipakai baterai rusak.
3.        Industri komponen PLTS belum berkembang hingga masih impor.
4.        Pemerintah harus menyiapkan sumber daya manusia sebagai tenaga ahli dan terampil. Harus ada riset nasional pengembangan dan dana pendidikan yang cukup untuk industri ini.
5.        PLTS tidak stabil dalam menghasilkan energi listrik sehingga membutuhkan perlakuan khusus untuk dapat memasukannya dalam sistem dan jaringan listrik PLN. 
6.        Terbatasnya kemampuan sistem penyerapan listrik dari PLTS.
7.        Hampir sebagian besar teknologi terbarukan masih diimpor dari luar negeri dan masih sangat sedikit industri yang membantu pengembangan energi terbarukan.
8.        Dibutuhkan lahan yang sangat luas di dalam penerapannya.
9.        Kualitas sinar matahari di Indonesia yang tidak sebesar negara Arab.
10.    Tarif energi terbarukan masih lebih mahal karena biaya investasi teknologinya yang tinggi. Akibatnya, energi terbarukan sulit bersaing dengan energi fosil yang masih disubsidi.
11.    PLTS Indonesia saat ini yang masih memakai sistem manual dalam pengoperasiannya. Jadi, jika sinar matahari tertutup awan, sistem listrik akan terputus. Untuk menangani hal ini dibutuhkan sistem listrik smart grid.
12.    Dipengaruhi oleh cuaca, kondisi malam hari, dan kondisi alat (apakah tertutup debu atau lainnya).
Jika kondisi mendung misalnya, turbin engineering akan digunakan untuk menyimpan listrik. Jadi, kalau tidak ada matahari bisa dikombinasi dengan gas. Yang dibutuhkan hanya lahan, tidak perlu tower dan tidak ada polusi.



Sumber:
https://wri-indonesia.org/id/blog/7-alasan-kita-menghadapi-krisis-air-global
http://lipi.go.id/lipimedia/Indonesia-Negeri-Tropis-Tapi-Krisis-Air-Bersih-di-Kawasan-Pesisir-Terjadi/20218
https://regional.kompas.com/read/2018/10/12/16553951/debit-air-menyusut-80-persen-warga-terancam-krisis-air-bersih
http://www.trt.net.tr/melayu/dunia/2018/03/23/sekjen-pbb-peringatkan-terjadinya-krisis-air-bersih-di-dunia-935684
http://www.satuenergi.com/2015/03/keuntungan-dan-kerugian-pltu.html
http://fariz-pembangkitlistrik.blogspot.com/2011/12/keunggulan-dan-kelemahan-pltu.html
http://alfitrafuja.blogspot.com/2015/11/jenis-jenis-pembangkit-listrik-beserta.html
https://www.jawapos.com/dw/17/12/2018/begini-strategi-indonesia-menekan-pemanasan-global
http://aceh.tribunnews.com/2019/01/16/dampak-pemanasan-global-bumi-terancam-diterjang-sejumlah-bencana-sekaligus?page=2.
https://www.dw.com/id/teknik-panel-surya-termodern-makin-efisien-dan-cantik/av-46916663
https://www.youtube.com/watch?v=wo3_7dD1HLQ
https://www.dekoruma.com/artikel/69203/apa-itu-panel-surya
https://theconversation.com/tenaga-surya-kini-sumber-listrik-terpopuler-di-dunia-84307
https://www.mongabay.co.id/2016/11/29/pengembangan-listrik-tenaga-surya-masih-terkendala-mengapa/
https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/18/10/10/pgdqak370-biaya-produksi-jadi-tantangan-penggunaan-energi-surya
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/28/160220126/peningkatan-energi-terbarukan-tantangan-besar-bagi-indonesia
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/03/174431226/pln-penggunaan-rooftop-panel-surya-cukup-bagus-tetapi
http://wow.tribunnews.com/2018/03/07/berkat-panel-surya-yang-terjangkau-dari-china-masyarakat-australia-kini-swadaya-energi-listrik?page=3
https://finance.detik.com/energi/d-3194891/mengenal-lebih-dekat-panel-surya-penghasil-listrik-di-china
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180904180857-85-327621/pasang-panel-surya-pemerintah-diminta-beri-pinjaman-warga
https://icare-indonesia.org/kajian-potensi-energi-surya-di-indonesia-2/
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/16/164127926/esdm-pemanfaatan-sumber-energi-surya-di-indonesia-masih-sangat-kecil